Palembang merupakan
kota yang cukup akrab untuk saya, karena Almarhum Ayah pernah ditugaskan
beberapa tahun di ibu kota Sumatera Selatan. Saat itu saya masih balita, tidak
banyak yang saya ingat mengenai kota ini selain bayang-bayang Jembatan Ampera
dan Sungai Musi.
Bersyukur di
pertengahan bulan Februari 2020 saya mendapatkan kesempatan kembali ke kota
berlangsungnya Asian Games 2018. Ya, tentunya kita masih ingat bahwa pesta olah
raga terbesar di Asia itu terselenggara di 2 kota negeri tercinta, yakni : DKI
Jakarta dan Palembang.
Saya tiba di Bandara
Sultan Sultan Mahmud Badaruddin II pada pukul 13.00. Ada seseorang yang berbaik
hati akan menemani hari-hari saya di Palembang. Maulana, yang entah berapa
ratus purnama kami tidak bercengkerama hari ini menjemput di bandara dengan
mobil dinasnya.
Al-Qur’an
Al-Akbar Palembang
“Kita langsung ke
Al-Qur’an Al Akbar terlebih dahulu ya, An,” Kata Maulana dibalik kemudi. Saya
setuju.
Maulana baru sebulan
bertugas di Palembang, ia belum mengenal jalan kota ini. Kami berjalan dengan
mengikuti arahan Google Maps. Tak sampai 1 jam kami sudah tiba di parkiran
Pondok Pesantren Al Ihsaniyah Gandus Palembang. Disinilah terdapat Al-Qur’an
terbesar dan pertama di dunia. Terbuat dari kayu jenis tembesu. Terdapat 30 jus
ayat suci Al-Quran yang terpahat khas Palembang di lembaran kayu. Masing-masing
lembaran tersebut berukuran 177 x140 x 2,5 sentimeter dan tebalnya mencapai 9
meter.
Al-Qur’an diresmikan
pada hari Senin, 30 Januari 2011 oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono bersama
delegasi konferensi parlemen Organisasi Konferensi Islam (OKI).
Memasuki bagian
Al-Qur’an raksasa ini kami diharuskan membuka alas kaki dan mengisi buku tamu
yang telah disediakan. Kemudian seorang pria menyambut dan menjelaskan mengenai
area wisata religi ini. Setelah kami berbincang-bincang dengan pria yang
merupakan salah satu pengurus dari Al-Qur’an Al Akbar, kami pamitan untuk
berkeliling dan berfoto di area sana.
Menjelang petang kami
berdua baru sempat makan siang di Rumah Makan Pagi Sore yang terletak di Jln
Jend. Sudirman No 3008, 20 Ilir Palembang. Seusai makan siang (yang kesorean)
saya check in di Fave Hotel Palembang. Beberes dan istirahat sejenak, kemudian
kami ke daerah Banyuasin. Maulana harus kembali ke kantor, dan saya menunggu di
rumah dinasnya.
Ba’da Maghrib kami berdua
menuju ke Pasar Durian Kuto. Horeee....ditraktir durian sama Maulana!
Hahaha...biasanya saya tuh kalau valentinan (walaupun “officially” nggak ngeraya’in) selalu dikasihnya coklat, bunga, cake
atau apapun yang lucu dan imut. Tetapi di Palembang ini seseorang mentraktir
saya durian! Masih untung loh dikasihnya nggak dilempar dan diminta menangkap.
Kalau sampai begitu sih, pastinya akan jadi adegan romantis sadis ....hahaha...
Duriannya mantap! Manis
dan asyik banget...dengan harga yang sangat terjangkau! Puas makan durian, kami
menuju area parkir di dekat dermaga kota Palembang. Wah, nama tempatnya apa ya?
Nanti jika kembali ke Palembang akan saya lihat nama tempatnya deh! Yang pasti
disana banyak orang yang menikmati malam. Banyak pedagang dan seperti suasana
pasar malam. Kami berfoto-foto dengan latar Jembatan Ampera di waktu malam.
Jam 9an malam ada
keinginan saya untuk ngemil makanan khas Palembang yang terkenal. Apalagi kalau
bukan Pempek Palembang. Saya utarakan dong keinginan ini ke Maulana yang baik
budi...hihihi. Yeaaay...Alhamdulillah, akhirnya saya dihantar ke Pempek Candy.
Saya justru memesan Mie Celor. Mau ngerasa’in banget nih makan Mie Celor di
daerah asalnya. Maulana memesan paket Pempek Palembang dari berbagai jenis, dan
daku ikutan nyicip dong...hehehe...
Malam melarut kami
kembali ke Fave Hotel Palembang. Acara Valentine di hotel sudah usai, dan
daku-pun tidur dengan nyenyak...ZzzzZzzz....
No comments:
Post a Comment