Tuesday, 7 July 2009

Istana dan Macaroni Bogor [Jabar 2009]


Matahari belum terbit saat Mr.Di menghubungi hape-ku untuk mengingatkan bahwa hari itu [Sunday, 15 March 2009] kami akan warming up ‘jalan-jalan penuh sengsara’ ke Bogor. Disela – sela obrolan kami memang selalu terselip impian kami untuk melakukan perjalanan keliling Indonesia (baik sebagai backpackers maupun sebagai turis kaya raya!). Nah untuk istilah backpacker daku menyebutnya ‘jalan – jalan penuh sengsara’ walaupun terkadang daku mikir ,kalau bisa jalan – jalan dengan fasilitas yang baik dan nyaman kenapa aku “paksakan” untuk “susah”??? Toh kali ini daku ‘menyerah’ terhadap keinginan Mr.Di yang menginginkan aku ‘jalan susah’ namun dengan imbalan ditraktir olehnya di tempat makan yang aku inginkan.
Pilihan ke Bogor, salah satu kota favorit-ku di Indonesia. Awalnya Mr.Di minat ke Sukabumi, ke salah satu tempat wisata yang pernah dia dapatkan info-nya. Walau ‘perjanjian’ kami jalan dengan kendaraan umum, tapi aku ogah naik kereta api non-AC. Lantas aku memutuskan untuk bertemu langsung di Station Bogor. Dia bisa berangkat langsung dari tempat tinggalnya di dekat Universitas Pancasila, sedangkan aku berencana naik Pakuan Ekspress dari Station Kota. Saat mau berangkat, Mbak Yoen-Mas Tirto en Galuh datang membawakan Nasi Ayam Hainan. Mereka cuma sebentar di Pulomas, en menawarkan pergi bareng sampai dimana aku naik kendaraan umum. Nggak usahlah karena aku bisa langsung naik TransJakarta - busway menuju station Kota langsung dari Halte ASMI. Akhirnya mereka pulang dengan Altis-nya...hehehe...Mbak Yoen sempat ngasih dana untuk beli tiket ke Bogor. Alhamdulillah....Galuh sih sempet nanya,”Kenapa ke Bogor gak bawa motor aja, Nce?” Sebelum daku jawab dia udah jawab ndiri,”Kalau bawa motor sendiri nanti sampai Bogor jilbab loe pada berdiri tegak ya.”...Nah ituh ngerti jawabannya ;-D
Sampai station Kota terlihat jadwal Pakuan Ekspress yang masih lebih dari ½ jam lagi. Halaaah,,,,Mr.Di bisa mencak-mencak neh kalau daku telat, padahal tadi aku masih di Pulomas dan dia udah berada di station Bojong Gede. Daripada nunggu Pakuan Ekspress, mendingan aku langsung beli tiket Ekonomi AC yang berangkat 10 menit lagi. Yap...nggak sampai 15 menit kemudian kereta melaju, daku duduk dengan nyaman...mengirim sms ke beberapa orang untuk menjelaskan posisi keberadaanku (Kebiasaan jadi pilot neh yang harus melaporkan posisi dan kondisi kepada air trafic control...hih lebay dah! Padahal Mr.Di mengistilahkannya daku orang yang posesif karena kebiasaanku yang satu ini...hehehe....).
Menikmati perjalanan sambil mendengarkan lagu favorit baru-ku, Single Happy-nya Oppie Andaresta dan Masih Ada-nya Ello.....Asli, seru banget nih lagu! Sesuai banget dengan diriku yang senantiasa merasa bahagia jika sedang single. Yes, Proud to be single : I’m single and very happy!
Turun dari kereta di rel yang nggak kompak! Daku nggak bisa lompat-lompat di kereta yang satu ke kereta yang menghalangi jalan, karena saat itu daku mengenakan rok! Mr.Di sampai melongo melihat daku yang ogah susah tapi justru pakai rok megar gituh, tapi dia cuma bisa pasrah sambil ngomong,”Gue pikir loe pakai celana panjang, biasanya loe khan pakai celana jeans kalau lagi nggak kerja....”

Dilarang Pacaran di Kebon Raya Bogor
Banyak orang bilang kalau pacaran jangan di Kebon Raya Bogor, sesudahnya bakalan putus. Tapi khusus ”sesie” ini daku nggak peduli, toh daku nggak pacaran dengan Mr.Di. Lagipula dulu daku pernah dekat dengan cowok en dia selalu menghindar berduaan sama aku di Kebon Raya Bogor (saat kami ke Bogor) tapi tetap aja kami putus! hehehe....Emangnye jodoh yang nentu’in dedemit Kebon Raya? ;-p
Meneer Di Van Tjilatjap mengajakku ke sana. Ayuh....daku udah lama juga gak ke sono, terakhir cuma makan di Cafe De Daunan yang lokasi-nya memang berada di dalam area Kebon Raya. Seingatku waktu itu mobil kami boleh masuk ke Kebon Raya.
Dengan gaya ala Cilacap-an Mr.Di beberapa kali minta difoto dengan pocket camera digital pinjeman dari Amel. Daku godain aja sekalian,”Buat dikirim ke kampung ya, Mas? Untuk ditunjukkin ke Simbok?!” Doski mah cuma cengar – cengir pahit doang, mengingat baru pertama kalinya menjejakkan kaki ke Kebon Raya Bogor en kedua kalinya berkunjung ke KOTA Bogor! Saat Mr.Di bersiap untuk difoto daku langsung teriak,”Wooi, Di, gaya loe jangan gitu dong! Bener2 gaya pembokat niat ngirim foto ke kampung deh loe! Malu2in gue aja loe, ogah gue motret-nya.” Dan Mr.Di pasrah ketika gaya-nya aku arahkan laksana pengarah gaya profesional (walaupun hasilnya gitu2 doang!).
Mr.Di sempat menunjuk bangunan besar yang terdapat disana.”An, ke bangunan itu yuk! Foto disitu dong...kayak di Belanda banget deh! Iya itu bangunan Belanda, kalau foto disitu pasti seperti di Belanda.” ajaknya. Nada2 suaranya ‘terpesona’ . Langsung aja daku teriakin,”Apaan, Di?! Kayak di Belanda????!! Emang loe pernah ke Belanda?! Gue aja yang pernah di Belanda nggak ngerasa kalau bangunan itu kayak di Belanda ...Beda!”. Hihihi...akhirnya Mr.Di dengan “pasang harga” menjauh dari bangunan tersebut sambil ngomong,”Nggak usah deh...Nggak kayak di Belanda ya?”. Hihihi...percaya amat seh tuh orang. Apa malas ribut? Kalau daku mah langsung daku bales,”Loe Belanda-nya dimana? Di Leiden/Delft/Den Haag/Alpen Aan De Rijn/Rotterdam/Amsterdam khan? Ini khan seperti bangungan di Friesland!” Or sebutin kek salah satu nama kampung di pelosok Belanda yang kira2 belum pernah daku kunjungin lantaran kagak ada di peta Belanda terbaru.
Di Rumah Anggrek kami berhenti, duduk sejenak. Aku mendengarkan (lagi2) Oppie dan Ello, sedangkan Mr.Di ngebolak-balik koran yang aku bawakan. Kami juga sempat istirahat di bawah pohon di sekitar Kebon Raya. Semula Mr.Di mengajak untuk duduk2 di salah satu pohon besar yang tumbang dan teduh, namun daku tolak dengan telak,”Ogah aaaah....kesannya orang pacaran banget duduk disitu!”. Mr Di duduk dibawah pohon untuk berteduh, sedangkan daku muter-muterin pohon itu laksana artis India korban pembalakkan hutan.


Lunch di MP
Keluar dari Kebon Raya Bogor kami menyeberang jalan menuju Botanical Square! Nunjukin ke Mr.Di yang namanya Hotel Santika, hotel berbintang terbaru di Bogor – belum ada sebulan diresmikannya. Semula daku berniat nginep situ tapi...ah mending nginep Sentul ajah dah! Gratis.Lagipula niatnya khan ‘jalan penuh sengsara’.
Di Botanical Square Mr Di menawarkan aku makan. Daku menggeleng tegas,”Kalau makan disini sih mendingan gue makan di Jakarta aja. Semua tempat makan di mall ini ada di Jakarta. Gue maunya makan di resto yang nggak ada di Jakarta!”.
Mr.Di sempat melirik – lirik (penuh arti) banner satu resto yang menawarkan paket murah meriah. Daku yang mengerti arti lirikannya langsung menyeretnya menjauh,”Kalau cuma ntraktir itu mah mendingan gue bayar ndiri aja deh, Di! Segitu doang mah gue mampu bayar ndiri berkali-kali.”
“Terus mau makan dimana dong?” Mr.Di nyengir begitu pikirannya terbaca olehku.
“Hhhmmm...dari appetiser sampai dessert khan, Di (ntraktirnya)? MP ya?” tanyaku, lebih mengarah ke malak. Yang dipalak-pun mengiyakan dengan pasrah. Oh iya, minggu sebelumnya daku udah lunch di Gumati Cafe and Gallery di Sentul bareng keluarga-ku , jadi males ajah kalau harus ke Gumati Resto (Yang di Bogor).
Sebelum ke MP alias Macaroni Panggang daku sempat melihat – lihat salah satu FO yang sejajar dengan Pangrango Plaza. Tak ada yang menarik minatku, padahal daku udah niat mau beli satu kemeja casual untuk ke field.. Banyak2in kemeja casual nih, supaya kesannya profesional...hahaha, soalnya kemarin2 kejebak sama gaya emak2 Majelis Ta’lim...hihihi...or gaya PNS salah tongkrongan. Herannya, kalau daku pakai kemeja branded kesannya malah kelewat santai. Saat ngajar anak2 sih gak masalah, tapi kerjaan daku ‘kemarin’ kebanyakan ketemu sama kalangan managerial ke atas perusahaan multinasional or asing. So harus pinter2 milih jilbab kali yeee, supaya gak diteriakin sama resepsionist,”Mbak, maaf, lain kali aja yaaa....” Yeee....gue udah make appointment sama big boss loe, bukan mau minta sumbangan tujuh belasan or pembangunan musholah...(Heh,tapi daku emang perlu sumbangan buku-buku bacaan dan keuangan untuk menunjang kegiatan pendidikan anak2 yang secara financial kurang mampu kok! ;-))
Sampailah kami di Macaroni Panggang, resto teduh ala rumahan kuno kokoh model Belanda (eh maksudnya rumah di Indonesia yang dibangun zaman pemerintahan Belanda masih bercokol di Indonesia sebagai penjajah!). Nah di MP kami berdua sempat bersitegang loh, yang dimulai dari petugas parkir MP yang menghampiri meja kami dan bertanya ke Mr.Di,”Mas, bawa Xenia ya?”...selanjutnya gak usah daku cerita’in yak. Menyangkut harga diri Mr.Di soalnya...hahaha...lebay deh loe, An! ;-p
Selesai makan kami berniat nonton di Sartika 21 Pasar Anyar. Sekali nonton disitu bareng Dina Mardiana, tahun 2005 film ‘Untuk Rena’. Ternyata bioskop tersebut sudah tutup! Mr.Di malah ngomong,”Tadi gue sih mau ngajak nonton di BTM, tapi elo mau-nya di sini siiiih....”. Halah...udah sampai Pasar Anyar aja loe baru ngomong! Mumpung sempat, akhirnya kita malah nonton di Depok Town Square (Detos) jam 19.00.

No comments:

Post a Comment