Monday 13 July 2009

PT DI & Savoy Homan Hotel Bandung [Jabar 2006]

Subuh, 26 Agustus 2006
Depart to Bandung.
Vehicle : PKWTO’s Car
Captain : Wijayanto
Flight Officer : Anna R.Nawaning S
Pax : Maherda, Yongis and Endi.



Baru saja mobil meluncur di tol arah Bekasi, Haryo dan Edo menelpon protes karena kami tinggal. Kami jalan santai kok, kecepatan hanya 80 km/jam. Tak lama mobil kami bertemu.

Anna langsung sms Mas Dani :
PKWTO’s Flight and Edo’s Flight depart from Jatiwaringin, Destination Bandung. Posisi saat ini Bekasi Timur.
Dibalas Dani :
Roger.Adrenalin flight preparation for departing.

Meluncurlah mobil kami di tol menuju Cikampek.
Tak lama Om Dani menghubungi handphone-ku. Menawarkan jalan bareng. Konvoy gituh…tapi flight-nya masih di Cilangkap.
“Oke…maintain 80 ya kendaraan lo! Supaya kita bisa nyusul.” Om Dani memberi instruksi laksana ATC yang ditinggal kabur pesawat terbang yang sudah take off saat petugas tower ketiduran.

Tak sampai 3 jam kendaraan yang kami tumpangi tiba di pekarangan Masjid Habiburrahman PT Dirgantara Indonesia Bandung. Mas Subuh (shp) menyambut kami. Disusul rekan – rekan Bandung lainnya. Mas Wijayanto mengeluarkan radio receiver-nya, “nguping” ke ATC supaya memantau lalu lintas udara Indonesia. Langsung kami berkerumun. Satu hal yang tidak biasa bagi manusia yang tidak tergila – gila pada dunia penerbangan.

Setelah kendaraan dari Jakarta dan Bandung tiba, rekan – rekan Bandung memberikan tanda panitia ke beberapa orang, termasuk aku. Sebenarnya aku nggak ngerti soal job desc panitia kali ini. Duuuhhh…harus ngapa’in nih? Tetapi begitu melihat nama Anna di cetak di name tag panitia Tri Dasa Warsa PT Dirgantara Indonesia aku langsung manggut – manggut. Lumayan,,,name tag-nya bisa nambahin koleksi pribadi. Hehehe…apalagi keluaran PT DI. Cita – cita lama tuh….bisa bekerja menjadi ahli pesawat terbang. Waktu aku ngerja’in project-nya BJ Habibie khan gak sempat ke IPTN. Beberapa tahun kerjanya justru ngatur tamu – tamunya BJ Habibie ke IPTN tapi aku hanya “mupeng” karena tamu lainnya banyak yang minta diurus

Kendaraan rombongan kami masuk ke area PT DI. Barang bawa-an diperiksa satu persatu dengan ketat. Kami langsung berfoto ria. Saat kita pasang ancang – ancang difoto, tiba – tiba pesawat dengan livery Citilink rotate, sangat dekat. Langsung gaya kita bubar histeris…hahaha….
Dua fotografer (kalau gak salah Hendra en Viqie) langsung lompat membalik bermaksud memotret Citylink tersebut, tapi….keburu jauh-lah! Langsung deh pada mengeluh,”Aduuh, kecolongan nih!” Hihihi …dari tadi nguping ATC dapet apa, Om???

Setelah pemeriksaan selesai, beberapa diantara kami langsung memasuki ruang mock up N 250, salah satu jenis pesawat terbang bikinan Indonesia. Wuiiihh…keren deh! Etis gak kalau daku bandingin N 250 dengan Fokker 27 – Fokker 28 ?
Masih dengan gaya histeris kami “membongkar” mock up N 250. Puaaasss…seperti bermain sinetron. Music dan lampu – lampu di “N 250” tidak lepas dari keisengan kami. Eitsss…keisengan kami bermanfaat loh. Karena kecintaan kami dengan pesawat terbang maka kami benar – benar menjaga walaupun kita pakai.
“Jumpseat di N 250??? Kapan lageeee???!!!”
Pokoknya lengkap deh (kecuali jadi barang cargo yaaa ;-p)….jadi pax, pramugari/a, co-pilot dan captain N 250 kami coba satu persatu. Ayo adakah cockpit dan cabin crew yang memiliki rating N 250 tahun ini??? Cuma kami yang bisaaaa…hehehe…

Puas bermesraan dengan mock up N 250 aku bergabung dengan rekan – rekan yang tengah demonstrasi. Demontrasi flight simulator yang disambut sangat antusias oleh pelajar – pelajar Bandung. Ramaaaaaiiii….kira’in demo menuntut penurunan harga BBM doang yang ramai.
“Hayoooo….hayooo…siapa diantara kalian yang ingin menjadi pilot?!” Mas Wijayanto demikian komunikatif menjadi narrator.

Malam hari kami berkunjung ke rumah keluarganya Om Rian dan Om Arianda (yang malam itu merupakan malam midadoreni-nya) di Jalan Dipati Ukur. Rumahnya asyiiiik deh, bergaya zaman dahulu…daaaan aku berhasil memotret piano di salah satu sudut rumahnya. Entah kenapa ada chemistry tersendiri saat aku melihat foto piano tersebut di handphone-nya Rian bulan January 2006. Kali ini aku dapat memotret-nya langsung! Pengennya sih memencet – mencet sekalian, tapi lagi banyak tamu euy!

Hari ini aku sukses berat mendapatkan 2 benda yang menurutku terindah di dunia, yaitu : PESAWAT TERBANG dan PIANO.
Cinta tidak harus memiliki namun Cinta pasti dapat dinikmati oleh hati.

Ahad, 27 Agustus 2006

Semalam aku tidur pukul 22.00 karena malam sebelumnya tidak tidur. Thanks a lot untuk Inu yang sudah meminjamkan kamar kost-nya untukku. Sebenarnya aku bisa saja tidur di hotel dengan beberapa rekan lainnya, tetapi nggak enak hati-lah. Lah Mas Wijay yang mobilnya Anna tumpangin saja bermalam di rumahnya Mas Andon.Kebetulan kost Inu yang dilingkungan ITB (Inu kuliah di ITB Teknik Penerbangan) nggak menentukan jenis kelamin penghuninya, so asyik – asyik aja tuh! Inu pindah ke kamarnya Fajri bersama Endi.

Pukul 8-an Inu menghampiri kamarnya.”Che, bangun!”Sejak pagi aku memang sudah bangun dan shubuhan tetapi berhubung udara membuat aku ingin terus meresapi kedamaian, jadilah aku malas keluar kamar.

Jam 10 lewat kami sampai di PT Dirgantara Indonesia. Demonstrasi Flight Simulator telah berlangsung. Pengunjung membludak dengan antusias. Kali ini open house PT DI terbuka untuk umum (family). Kemarin hanya untuk undangan dan sekolah – sekolah di daerah Jawa Barat.


Jam 12 aku ikut Kia Matrix-nya Haryo ke resepsi pernikahannya Arianda dan Farina di Hotel Savoy Homann. Kami berangkat berlima : Haryo, Edo, Yongis dan Rizuki (member IF yang kuliah di ITB Teknik Elektro 2004) dengan mobilnya Haryo. Sementara Inu dan Fajri berboncengan naik motor. Tak lama kami telah sampai di Jalan Asia Afrika Bandung. Parkir di pelataran parkir Hotel Savoy Homann Bidakara (ternyata manajemen-nya sekarang dikelola Bidakara toh??!). Memasuki area resepsi kami harus melewati lorong penuh dengan kain dan pepohonan setelah mengisi buku tamu. Ruang resepsi sengaja ditutup rapat hingga pesta terkesan di malam hari. Tampak Arianda dan Farina menggunakan pakaian daerah masing – masing, Ari memakai pakaian Tapanuli Selatan dan Farina memakai pakaian Sunda. Lah kok yang mendampingi ibunya Arianda Om Rian sih?!


Setelah bersalaman Edo dan Yongis yang siap dengan camera-nya memotret Om Rian. Yang dipotret kok malah Om Rian? Bukannya pengantinnya? Hahaha....Sebelum ‘buffet session’ aku ke ‘makanan gubug’ yang menyediakan ‘Nasi Chicken Hainan’. Catering hotel tersebut lumayan enak buat ukuran catering hotel lain yang biasanya rasanya agak ajaib untuk resepsi.Setelah foto bersama kami kembali ke PT Dirgantara Indonesia.


Jam 16 acara kami di PT DI usai. Mama-nya Adnan mengajak kami menyaksikan Aeromodelling di Bandara Husen Sastranegara. Maaauuuu....Kendaraan kami (ada 6 – 7 mobil) berjalan beriringan. Tiba – tiba mobil yang ditumpangi rekan – rekan Bandung berhenti di sisi runway.

“Sepuluh menit lagi Citilink landing!” Mereka memberi informasi kepada kita. Pasti mereka mencuri dengar komunikasi ATC dari radio receiver. Kompak kami turun dari mobil dan menenteng camera. Mirip pejuang yang turun dari kendaraannya, bersiaga dengan senjata karena mendengar musuh siap menyerang. Hahaha....

“Yang membawa camera DSLR dan camera besarnya tolong diumpetin dong! Bisa dilihat provost dan ditegor loh!” Rekan – rekan dari Bandung mengingatkan. Aku yang hanya membawa camera digital Exlim tenang – tenang saja. Mata dan leher kami menengadah ke langit, berputar – putar mencari pesawat yang akan landing. Belum terlihat.

Melihat beberapa rekan memanjat – manjat tembok, aku ikutan memanjat di bantu Azmi. Tak lama dari balik awan muncul pesawat terbang yang seperti berbalik arah menjauh dari runway dihadapan kami.

“Itu diaaaaa....lagi downwind!” teriak seorang rekan.

“Iyaaa....downwind! Siap – siap, sebentar lagi landing!”

Pesawat downwind, justru menghilang dari penglihatan kami. Kalau orang awam pasti sudah meninggalkan lokasi dan mengira bahwa pesawat terbang telah pergi, tetapi buat kami yang sangat mengerti...tentu saja mengerti arti apa yang terjadi jika pesawat downwind.

Tak lama....aku terpaku dan terlena...melongo tak percaya. Pesawat dengan livery Citilink itu dengan gerakan “seksi”-nya mengeluarkan landing gear...menyentuh lembut aspal runway. Aku terpaku, tidak mau melewatkan ‘golden moment’ ini. Pesawat landing, aku langsung memencet tombol camera. Aaaaarrggghhh....pesawat terbang landing hanya berjarak beberapa meter dari tempat kami berdiri. Aku benar – benar takjub. Setiap gerakannya demikian indah...uuuh,,begitu pesawat parkir aku tersadar. Barangkali seperti orang yang orgasme. Lega,,puas...nikmat! hehehe...

Kami segera kembali masuk mobil dan melanjutkan perjalanan ke bandara. Masuk ke “daerah terlarang” TNI AU dengan “menjual” nama mama-nya Adnan yang WARA (Wanita Angkatan Udara).

Waaaawww...mobil – mobil yang kami tumbangi parkir di dalam airport. Dengan leluasa kami menikmati udara sore di taxiway bandara Husen Sastranegara. Mengamati Adnan dan komunitas Aeromodelling menerbangkan pesawat terbang mungilnya. Pesawat terbang mini itu benar – benar takeoff dan landing di taxiway pesawat – pesawat commercial. Tentu saja kami sambil memantau traffic airport melalui radio receiver. Jangan sampai deh kami masuk media massa dan terkenal karena kesamber pesawat terbang disaat kita bermain di landasan pacu pesawat terbang. Ih, kalau dipikir – pikir kami tuh benar - benar nggak waras deh...hehehe....Jadi ingat Hari yang pernah menabrak kambing di airport Adi Sucipto Jogjakarta dengan pesawat Fokker 28 Merpati-nya.

Aku sempat tandem Aeromodelling. Lumayan bermanfaat untuk melatih feeling terbang. Apalagi di real airport. Maherda dan mama-nya Adnan memotret aku yang sedang terbang tandem Aeromodelling,”Nanti kita kirim ke majalah yah!” ujar Mamanya Adnan.Oke deh, Tante,tapi majalah Angkasa dong.Jangan majalah Bobo

Oh iya, pesawat Citilink yang tadi kami tunggu – tunggu saat landing kembali takeoff. Taxi –nya di tempat kami Aeromodelling. Captainnya melambaikan tangan, dadahdadahan kepada kami yang bersorak – sorak melihat pesawat terbang berjalan sangat dekat dengan kami. Pesawat Citilink takeoff menuju Batam. “Have a nice flight, Captaint!!!” teriak kami melambaikan tangan dibalas cockpit crew didalamnya ketika pesawat bersiap rotate.

Memasuki waktu Maghrib kami meninggalkan lokasi airport. Pintu hanggar di hadapan kami terbuka.

“Wah, itu ada Colibri yah!?” Mas Wijay tiba – tiba menunjuk pintu hanggar. Setelah berteriak ke Adnan yang sudah duduk di mobilnya dan Adnan menjelaskan secara detail pesawat dan helicopter apa saja yang ada di hanggar tersebut, mobil kami melaju ke rumah Adnan yang tak jauh dari bandara di PT DI.

Makan malam di rumah Adnan bersama – sama. Pukul 20 lewat pasukan Jakarta kembali ke Jakarta. “Kalau kalian ke Bandung jangan lupa mampir kemari lagi yah!” pesan mama-nya Adnan yang tadi juga menawarkan kami untuk berkunjung ke Lanud Iswahyudi Madiun.

“Terima kasih, Tante ....” Ucap kami, “teman-teman” Adnan yang usianya lebih cocok sebagai Om dan Tante Adnan.

Bumi Khatulistiwa : Pontianak




Bukan karena pas film ‘Kuntilanak Beranak’ tayang di bioskop di Jabodetabek saya pergi ke Pontianak ;-p. Sebagai warganegara Indonesia rasanya masih nelangsa kalau sudah berkunjung ke aneka tempat/negara di dunia ini tetapi belum berkunjung ke Pontianak. Kenapa? Karena waktu SD dulu saya selalu digembar – gemborkan bahwa kita harus bangga dengan negeri tercinta, Negeri Khatulistiwa – Zambrud Khatulistiwa. Satu negara yang ‘beruntung’ dilintasi oleh titik equator. Karena terlalu luasnya, saya yang di Jawa masih belum melihat dengan mata kepala sendiri ‘titik tepat’ garis khatulistiwa kebanggaan guru IPS zaman SD.

Hiks...nelangsa khan kalau udah berkunjung dan melihat dengan mata kepala sendiri aneka landmark di dunia, namun belum melihat landmark Khatulistiwa secara langsung? Lah...daku khan orang Indonesia, negeri yang dikaruniakan oleh-Nya permata Khatulistiwa yang tidak semua negara memiliki karunia ini.

So begitu dapat info kakak en ibu ingin berkunjung ke kota salah satu pulau terbesar di dunia ini, saya langsung samber koper. Anggaran untuk jadi turis koper (bukan backpacker) memang nggak ada...hehehe...justru itu mumpung ada yang mau kesana saya ikutan dengan modal dengkul. Tiket Garuda nomer penerbangan GA504 baru didapatkan beberapa jam di bandara. Kakak dan ibu saya yang sudah memegang tiket terlebih dahulu terbang, sedangkan saya melintasi selat Karimata tanpa didampingi oleh keluarga.


Yes, This Is Capital City of West Borneo
Sampai airport Supadio sempat melongo nggak ngerti mau ngapa’in karena nggak ngerti tempat menginap dan kakak saya belum menjemput. Hape kakak saya tidak aktif. Baru deh setengah jam kemudian kakak saya kelihatan, dan kami langsung menuju Hotel Kini (*3) di Jln Nusa Indah Pontianak. Hanya berdiam sejenak di hotel, saya dan Mbak Lien (kakak saya) langsung keluar hotel untuk menelusuri daerah sekitar hotel sambil mencari makan malam. Ibu sih nyantai aja di kamar hotel sambil menikmati sinetron kesayangannya.

Menelusuri jalan Patimura terdapat deretan kios penjual cinderamata/souvenir, makanan, kaos dan semua khas Kalimantan Barat – Jalan Patimura ini memang merupakan pusat penjualan oleh – oleh di Pontianak. Hanya menyeberang jalan hotel yang kami tinggali malam itu.

Makan malam di Cafetaria Segar Ria yang terletak beberapa meter dari pusat penjualan souvenir. Disana memang berderet tenda – tenda dan rumah makan permanen. Yang banyak dan khas di deretan penjual makanan tersebut adalah Mie Tiaw dari yang disiram sampai di goreng. Saya sih pesan Mie Atom Rebus alias mie kuning yang direbus dengan daging sapi dari beberapa jenis. Sebelum balik ke hotel kami berdua membeli roti di Kaisar Bakery yang sepertinya terkenal di Kalimantan Barat. “Bread Talk” lokal-nya Pontianak kaliiii....

Kalau mau makan biasanya memang di sekitar Jln Patimura, Jln Gajah Mada dan Jalan Diponegoro. Di hari kedua daku makan disekitar Jln Diponegoro, seberang Hotel Santika.


Hotel *3 to Hotel*3- Kriteria *3 yang Tak Standard

Karena satu sebab kami pindah ke Hotel Kapuas di Jln Gajah Mada. Dari luar hotel ini tampak lebih mewah dibandingkan hotel sebelumnya, apalagi hotel ini memang seringkali digunakan oleh para pejabat en katanya sih Presiden SBY pernah menginap di hotel ini ketika berkunjung ke Pontianak. Bahkan ketika saya menginap disini berbarengan dengan para gubernur se-Kalimantan yang akan mengadakan acara. Mobil dinas para gubernur terparkir di tempat parkir yang sebelumnya diparkiri oleh mobil full dempul yang mengantar kami...hahaha...soalnya sebelumnya Mbak Lien memang belum menghubungi pejabat setempat, jadi kami charter kendaraan se-adanya Nggak ngerti deh ada acara apa, saya sih sempat dijelaskan oleh pejabat PU dan pejabat Pemda yang mengantar dan menjemput kami, tetapi saya nggak terlalu menyimak. Urusan pemerintahan yang singkatannya bikin orang gak napsu ngapalinnya kalau gak ada urusannya langsung...hehehe....

Selama menginap di hotel tersebut ada 2 acara resepsi pernikahan, pertama pernikahan adat Jawa dan dihari berikutnya resepsi “adat” China International di pinggir kolam renangnya. Saat persiapan acara resepsi pernikahan di kolam renang tersebut, daku sempat melongok en poto2an di lokasi acara. En yang nggak saya kira adalah....siangnya di Function Hall 2 ada BOP Synergy! Hahaha...nggak ngira banget deh, dunia kecil....apalagi saat breakfast bareng dokter Hardjanto dari Solo. Padahal biasanya kami ketemuan di Jakarta.

Terus terang ajah, untuk aneka fasilitas dan service saya lebih nyaman di hotel sebelumnya walaupun secara kasat mata hotel yang pertama lingkungannya seperti pasar. Di hotel yang langganannya para pejabat pusat ini justru sempat membuat saya 3 kali terkurung di dalam lift. Sudah pencet alarm ‘call’ dalam lift...tetap aja nggak ada respon. Alhamdulillah hape masih aktif, jadi saya langsung menghubungi resepsionis yang justru akan menghubungkan ke bagian teknisi dan meminta agar saya menceritakan keberadaan kami yang terkurung di dalam lift. Haaalllaaahhh....orang lagi terkurung di lift diminta cerita! Telmi banget sih, Mas! Walaupun udah ada korban, tetap aja lift dioperasionalkan tanpa ditulisi bahwa lift rusak, karena sore-nya ada lagi 2 anak kecil dan polisi yang terjebak di lift tersebut. Anak2 kecilnya sampai teriak-teriak dan terdengar sampai luar lift, ketika lift terbuka kami langsung menyarankan mereka pindah ke lift lain. Hehehe..polisinya sampai pucat tuh....mungkin dia sedang diminta menjaga 2 anak atasannya. Selain itu, saya dibuat mangkel benggel dugel saat battery hape mati! Saat ingin nge-charge....saklar kontak listriknya berlobang pipih 3....aammmppuuuunnn, ini di NZ or Pontianak seh?! Padahal di hotel sebelumnya saya leluasa mengisi battery. Pokoknya selama di hotel pertama kami tidak pernah menelpon resepsionist atau roomservice karena semua kebutuhan kami terpenuhi, sedangkan di hotel kedua dalam sehari kami bisa beberapa kali menelpon resepsionist, roomservice atau housekeeping. Menyalakan telivisi aja harus manggil teknisi, trus kami dijelaskan cara menyalakan tv tersebut. Berasa gaptek dah gue! Sandal kamar dan penyumbat bathup aja harus diminta terlebih dahulu!!! Mbak Lien sampai menunda niatnya untuk berendam di bath-up, sedangkan saya menggunakan bath up sebagai KBU wartel! Hehehe...Mr.D nelpon dari Jakarta minta cerita aktifitas saya seharian ini, en kalau nelpon di kamar khan ada nyokap en Mbak Lien...jadinya saya masuk kamar mandi en nangkring di bath up sambil telpon-telponan deh. Please, walaupun nangkring di bath up daku sungguh berbeda dengan bintang iklan kartu GSM yang saat itu kami pakai, yang nangkring di pohon tuh...;-p

Menu breakfastnya juga lebih mantap di hotel pertama. Aaaah...untungnya sih gak ada angket or quis’ner penilaian hotel tersebut. Kalau ada bisa ancur dah tuh nilai yang daku kasih! Hhhmmm...kalau secara pribadi sih sebenarnya staff hotel-nya sama seperti masyarakat Pontianak kebanyakan, helping ...namun sebaiknya level kecepatan kerja-nya harus pada di tingkatkan deh! Salutnya sih selama di Pontianak saya nggak pernah lihat orang bersikap kasar.



Ibu Kota namun Bukan Pusat Wisata

Secara umum sebenarnya ibu kota di Indonesia merupakan sarana pariwisata. Makanya saya menyayangkan banget melihat kondisi Kraton Kadariah Kasultanan Pontianak dan Tugu Khatulistiwa yang potensi-nya tidak didongkrak secara maksimal.

Di Kraton Kadariah, kami ditemani oleh pengurus kraton yang menyambut kami dengan ramah, seorang ibu yang merupakan salah satu cucu dari Sultan ke-VI. Disalah satu kamar terdengar jeritan tangis bayi, cicit dari Sultan – menurut ibu tersebut yang mendampingi kami selama di kraton. Dari sini saya jadi “mengenal” desainer lambang negara kita, Garuda Pancasila yang sering nampang di kantor pemerintahan didampingi oleh RI1 dan RI2. Yang merancang adalah Sultan Hamid II, keluarga Kraton Kasultanan Pontianak...hhmmm,lumayan ganteng loh-pantes jadi aktor...hehehe...

Sama hal-nya seperti ketika saya bepergian ke suatu tempat, saya pasti meniatkan untuk kembali lagi suatu saat nanti. Insya Allah suatu saat saya kembali ke Pontianak – sekaligus laju ke Kuching – Malaysia plus Brunei Darusalam melalui jalur darat. Selama di Pontianak kami berpapasan dengan kendaraan pribadi registrasi Malaysia, bahkan ketika keluar dari Kraton. Sempat juga berpapasan dengan bus umum Pontianak – Kuching yang nomer registrasi-nya luar negeri. Saya pikir ini merupakan hal langka, selain di Pontianak dan beberapa wilayah Kalimantan serta (mungkin) di Papua. Selama di Batam sih saya nggak pernah lihat kendaraan pribadi beregistrasi Singapore/luar negeri, kalau kendaraan pribadi build up sih beberapa kali lihat deh di Batam.

Sekarang saya siap – siap untuk packing lagi....Kemana???? Hhmmm...nyoba kereta eksekutif baru...heheheh...nggak ngerti deh sampainya kemana ;-p

Tuesday 7 July 2009

trave : you.say [May 2007]


Dikarenakan hasil jepretan teman/saudara/sahabat/diri (sendiri...narsis.com) Anna yang sedemikian indahnya saat traveling, maka Anna ingin mereka mempublikasikan karya mereka. Walaupun mereka memang masuk kategori fotografer profesional dan harga camera plus equipment yang mereka miliki minimal seharga belasan juta tetapi Anna ingin mereka tetap mempublikasikan dengan bayaran 'sosial' ;-)
Oleh karenanya Anna mengirim sms ke redaksi 'trave', dan sms ini ternyata dimuat di salah satu edisi.

Istana dan Macaroni Bogor [Jabar 2009]


Matahari belum terbit saat Mr.Di menghubungi hape-ku untuk mengingatkan bahwa hari itu [Sunday, 15 March 2009] kami akan warming up ‘jalan-jalan penuh sengsara’ ke Bogor. Disela – sela obrolan kami memang selalu terselip impian kami untuk melakukan perjalanan keliling Indonesia (baik sebagai backpackers maupun sebagai turis kaya raya!). Nah untuk istilah backpacker daku menyebutnya ‘jalan – jalan penuh sengsara’ walaupun terkadang daku mikir ,kalau bisa jalan – jalan dengan fasilitas yang baik dan nyaman kenapa aku “paksakan” untuk “susah”??? Toh kali ini daku ‘menyerah’ terhadap keinginan Mr.Di yang menginginkan aku ‘jalan susah’ namun dengan imbalan ditraktir olehnya di tempat makan yang aku inginkan.
Pilihan ke Bogor, salah satu kota favorit-ku di Indonesia. Awalnya Mr.Di minat ke Sukabumi, ke salah satu tempat wisata yang pernah dia dapatkan info-nya. Walau ‘perjanjian’ kami jalan dengan kendaraan umum, tapi aku ogah naik kereta api non-AC. Lantas aku memutuskan untuk bertemu langsung di Station Bogor. Dia bisa berangkat langsung dari tempat tinggalnya di dekat Universitas Pancasila, sedangkan aku berencana naik Pakuan Ekspress dari Station Kota. Saat mau berangkat, Mbak Yoen-Mas Tirto en Galuh datang membawakan Nasi Ayam Hainan. Mereka cuma sebentar di Pulomas, en menawarkan pergi bareng sampai dimana aku naik kendaraan umum. Nggak usahlah karena aku bisa langsung naik TransJakarta - busway menuju station Kota langsung dari Halte ASMI. Akhirnya mereka pulang dengan Altis-nya...hehehe...Mbak Yoen sempat ngasih dana untuk beli tiket ke Bogor. Alhamdulillah....Galuh sih sempet nanya,”Kenapa ke Bogor gak bawa motor aja, Nce?” Sebelum daku jawab dia udah jawab ndiri,”Kalau bawa motor sendiri nanti sampai Bogor jilbab loe pada berdiri tegak ya.”...Nah ituh ngerti jawabannya ;-D
Sampai station Kota terlihat jadwal Pakuan Ekspress yang masih lebih dari ½ jam lagi. Halaaah,,,,Mr.Di bisa mencak-mencak neh kalau daku telat, padahal tadi aku masih di Pulomas dan dia udah berada di station Bojong Gede. Daripada nunggu Pakuan Ekspress, mendingan aku langsung beli tiket Ekonomi AC yang berangkat 10 menit lagi. Yap...nggak sampai 15 menit kemudian kereta melaju, daku duduk dengan nyaman...mengirim sms ke beberapa orang untuk menjelaskan posisi keberadaanku (Kebiasaan jadi pilot neh yang harus melaporkan posisi dan kondisi kepada air trafic control...hih lebay dah! Padahal Mr.Di mengistilahkannya daku orang yang posesif karena kebiasaanku yang satu ini...hehehe....).
Menikmati perjalanan sambil mendengarkan lagu favorit baru-ku, Single Happy-nya Oppie Andaresta dan Masih Ada-nya Ello.....Asli, seru banget nih lagu! Sesuai banget dengan diriku yang senantiasa merasa bahagia jika sedang single. Yes, Proud to be single : I’m single and very happy!
Turun dari kereta di rel yang nggak kompak! Daku nggak bisa lompat-lompat di kereta yang satu ke kereta yang menghalangi jalan, karena saat itu daku mengenakan rok! Mr.Di sampai melongo melihat daku yang ogah susah tapi justru pakai rok megar gituh, tapi dia cuma bisa pasrah sambil ngomong,”Gue pikir loe pakai celana panjang, biasanya loe khan pakai celana jeans kalau lagi nggak kerja....”

Dilarang Pacaran di Kebon Raya Bogor
Banyak orang bilang kalau pacaran jangan di Kebon Raya Bogor, sesudahnya bakalan putus. Tapi khusus ”sesie” ini daku nggak peduli, toh daku nggak pacaran dengan Mr.Di. Lagipula dulu daku pernah dekat dengan cowok en dia selalu menghindar berduaan sama aku di Kebon Raya Bogor (saat kami ke Bogor) tapi tetap aja kami putus! hehehe....Emangnye jodoh yang nentu’in dedemit Kebon Raya? ;-p
Meneer Di Van Tjilatjap mengajakku ke sana. Ayuh....daku udah lama juga gak ke sono, terakhir cuma makan di Cafe De Daunan yang lokasi-nya memang berada di dalam area Kebon Raya. Seingatku waktu itu mobil kami boleh masuk ke Kebon Raya.
Dengan gaya ala Cilacap-an Mr.Di beberapa kali minta difoto dengan pocket camera digital pinjeman dari Amel. Daku godain aja sekalian,”Buat dikirim ke kampung ya, Mas? Untuk ditunjukkin ke Simbok?!” Doski mah cuma cengar – cengir pahit doang, mengingat baru pertama kalinya menjejakkan kaki ke Kebon Raya Bogor en kedua kalinya berkunjung ke KOTA Bogor! Saat Mr.Di bersiap untuk difoto daku langsung teriak,”Wooi, Di, gaya loe jangan gitu dong! Bener2 gaya pembokat niat ngirim foto ke kampung deh loe! Malu2in gue aja loe, ogah gue motret-nya.” Dan Mr.Di pasrah ketika gaya-nya aku arahkan laksana pengarah gaya profesional (walaupun hasilnya gitu2 doang!).
Mr.Di sempat menunjuk bangunan besar yang terdapat disana.”An, ke bangunan itu yuk! Foto disitu dong...kayak di Belanda banget deh! Iya itu bangunan Belanda, kalau foto disitu pasti seperti di Belanda.” ajaknya. Nada2 suaranya ‘terpesona’ . Langsung aja daku teriakin,”Apaan, Di?! Kayak di Belanda????!! Emang loe pernah ke Belanda?! Gue aja yang pernah di Belanda nggak ngerasa kalau bangunan itu kayak di Belanda ...Beda!”. Hihihi...akhirnya Mr.Di dengan “pasang harga” menjauh dari bangunan tersebut sambil ngomong,”Nggak usah deh...Nggak kayak di Belanda ya?”. Hihihi...percaya amat seh tuh orang. Apa malas ribut? Kalau daku mah langsung daku bales,”Loe Belanda-nya dimana? Di Leiden/Delft/Den Haag/Alpen Aan De Rijn/Rotterdam/Amsterdam khan? Ini khan seperti bangungan di Friesland!” Or sebutin kek salah satu nama kampung di pelosok Belanda yang kira2 belum pernah daku kunjungin lantaran kagak ada di peta Belanda terbaru.
Di Rumah Anggrek kami berhenti, duduk sejenak. Aku mendengarkan (lagi2) Oppie dan Ello, sedangkan Mr.Di ngebolak-balik koran yang aku bawakan. Kami juga sempat istirahat di bawah pohon di sekitar Kebon Raya. Semula Mr.Di mengajak untuk duduk2 di salah satu pohon besar yang tumbang dan teduh, namun daku tolak dengan telak,”Ogah aaaah....kesannya orang pacaran banget duduk disitu!”. Mr Di duduk dibawah pohon untuk berteduh, sedangkan daku muter-muterin pohon itu laksana artis India korban pembalakkan hutan.


Lunch di MP
Keluar dari Kebon Raya Bogor kami menyeberang jalan menuju Botanical Square! Nunjukin ke Mr.Di yang namanya Hotel Santika, hotel berbintang terbaru di Bogor – belum ada sebulan diresmikannya. Semula daku berniat nginep situ tapi...ah mending nginep Sentul ajah dah! Gratis.Lagipula niatnya khan ‘jalan penuh sengsara’.
Di Botanical Square Mr Di menawarkan aku makan. Daku menggeleng tegas,”Kalau makan disini sih mendingan gue makan di Jakarta aja. Semua tempat makan di mall ini ada di Jakarta. Gue maunya makan di resto yang nggak ada di Jakarta!”.
Mr.Di sempat melirik – lirik (penuh arti) banner satu resto yang menawarkan paket murah meriah. Daku yang mengerti arti lirikannya langsung menyeretnya menjauh,”Kalau cuma ntraktir itu mah mendingan gue bayar ndiri aja deh, Di! Segitu doang mah gue mampu bayar ndiri berkali-kali.”
“Terus mau makan dimana dong?” Mr.Di nyengir begitu pikirannya terbaca olehku.
“Hhhmmm...dari appetiser sampai dessert khan, Di (ntraktirnya)? MP ya?” tanyaku, lebih mengarah ke malak. Yang dipalak-pun mengiyakan dengan pasrah. Oh iya, minggu sebelumnya daku udah lunch di Gumati Cafe and Gallery di Sentul bareng keluarga-ku , jadi males ajah kalau harus ke Gumati Resto (Yang di Bogor).
Sebelum ke MP alias Macaroni Panggang daku sempat melihat – lihat salah satu FO yang sejajar dengan Pangrango Plaza. Tak ada yang menarik minatku, padahal daku udah niat mau beli satu kemeja casual untuk ke field.. Banyak2in kemeja casual nih, supaya kesannya profesional...hahaha, soalnya kemarin2 kejebak sama gaya emak2 Majelis Ta’lim...hihihi...or gaya PNS salah tongkrongan. Herannya, kalau daku pakai kemeja branded kesannya malah kelewat santai. Saat ngajar anak2 sih gak masalah, tapi kerjaan daku ‘kemarin’ kebanyakan ketemu sama kalangan managerial ke atas perusahaan multinasional or asing. So harus pinter2 milih jilbab kali yeee, supaya gak diteriakin sama resepsionist,”Mbak, maaf, lain kali aja yaaa....” Yeee....gue udah make appointment sama big boss loe, bukan mau minta sumbangan tujuh belasan or pembangunan musholah...(Heh,tapi daku emang perlu sumbangan buku-buku bacaan dan keuangan untuk menunjang kegiatan pendidikan anak2 yang secara financial kurang mampu kok! ;-))
Sampailah kami di Macaroni Panggang, resto teduh ala rumahan kuno kokoh model Belanda (eh maksudnya rumah di Indonesia yang dibangun zaman pemerintahan Belanda masih bercokol di Indonesia sebagai penjajah!). Nah di MP kami berdua sempat bersitegang loh, yang dimulai dari petugas parkir MP yang menghampiri meja kami dan bertanya ke Mr.Di,”Mas, bawa Xenia ya?”...selanjutnya gak usah daku cerita’in yak. Menyangkut harga diri Mr.Di soalnya...hahaha...lebay deh loe, An! ;-p
Selesai makan kami berniat nonton di Sartika 21 Pasar Anyar. Sekali nonton disitu bareng Dina Mardiana, tahun 2005 film ‘Untuk Rena’. Ternyata bioskop tersebut sudah tutup! Mr.Di malah ngomong,”Tadi gue sih mau ngajak nonton di BTM, tapi elo mau-nya di sini siiiih....”. Halah...udah sampai Pasar Anyar aja loe baru ngomong! Mumpung sempat, akhirnya kita malah nonton di Depok Town Square (Detos) jam 19.00.

Sunday 5 July 2009

Oleh Oleh : Semarang, Pekalongan, Brebes, Kuningan, Sumedang [2007]


Breakfast di Malabar Resto yang terletak di Lt.4 Hotel Horison Semarang. Menunya kaya variasi, karena memang ini keunggulan Horison Semarang dibandingkan Horison di beberapa kota Indonesia. Nasi liwet, Dim Sum, Ayam Panggang, Bubur Ayam, Spaghetty, Sandwich, Sapi Lada Hitam, Ikan Tenggiri Asam Manis....aaaah pokoknya banyak banget deh! Selain prasmanan juga digubug-gubugin seperti kalau datang kondangan gituh deh. Selama daku makan dari hotel ke hotel sepertinya breakfast kali ini termasuk variasi menu-nya oke. Setelah breakfast langsung kita kabur ke kamar 713. Pagi itu Mas Tunggal dan Mbak Rita mau ke Mlati Hardjo dulu untuk ketemu Mas Edy. Ely ikutan pulang. Daku en Sekar nonton Amazing Race Asia di AXN ajah sambil nunggu waktu check out.

Jam ½ 2 kami check out. SMS ke Bang Ronald dulu : “Aku udh check out dan mau keluar dr Smrg.Mlm ini mungkin aku nginep di Cirebon,jd no.esia ini gak tpakai lg ya.Kabaqr2i aku soal Mb Henny ya klau ktemu.Trimaksh.” (Repotnya Pakai esia Mode : ON). Praktis selama di Semarang hanya Bang Ron ngehubungi CDMA-ku.

OLEH – OLEH KHAS SEMARANG
Kami ke Jalan Pemuda, seberang Sri Ratu untuk membeli Lumpia “Mbak Lien”. Harga lumpia-nya @ Rp 7,000 ,- boleh pilih yang basah atau goreng. Rasa rebung-nya bikin daku jadi sering kangen dengan lumpia Semarang. Dari Jln Pemuda kami meluncur ke salah satu jalan (waduh lupa nama jalannya!) untuk membeli Ayam Tulang Lunak yang juga khas Semarang. Tak lupa kami ke Jln Pandanaran yang banyak menjual oleh-oleh khas Semarang. Pedagang kaki lima sampai toko – toko menjual lumpia, wingko babat, Bandeng duri lunak dan aneka makanan lainnya. Lumpia di Jln Pandanaran banyak juga yang harganya lebih murah.
“Urusan” di Semarang beres, kami meninggalkan kota Semarang. Rencananya sih February daku balik ke kota ATLAS ini lagi.

SHOPPING DARI BATIK SAMPAI “EMBER”

Mas Tunggal menyetir mobil dengan santai. Emang sengaja jalan santai. Melihat deretan kios duren di Kabupaten Batang membuat mobil berhenti sejenak. Mau makan duren dulu. Tetapi sayangnya duren yang kami makan tidak semanis duren yang kita lahap di Jepara. Oh iya, waktu di Jepara kami makan duren di Jln Jend.Hoegeng Imam Santoso (Daku baru menemukan nama beliau dijadikan nama jalan. Saat beliau meninggal dunia 3 tahun yang lalu aku sempat melayat di rumah keluarganya di Pesona Khayangan Depok. Kebetulan anak bungsu dan cucu-nya satu sekolah denganku. Saat ayah-ku meninggal dunia beliau juga melayat ke rumahku, dan kami memiliki satu lukisan hadiah dari beliau.). Di Jln Jend.Hoegeng Imam Santoso ini pula terdapat monumen berbentuk duren. Memang Jepara juga kota penghasil duren.

Di Pekalongan kami “tergoda” mampir ke salah satu toko batik yang besar. Daku sempat naksir batik seharga Rp 22.500 ,-. Murah meriah, warnanya juga funky dan yang pasti gak bakal ada saingannya kalau kita jalan2 ke Paris – Milan or New York! Eh tetapi justru Sekar yang beli rok batik berwarna hitam. Sampai di Pasar Batik Setono – Pekalongan daku justru “meringis2” karena batik yang aku taksir di toko tadi tidak ada di pasar ini. Selama perjalanan hape memang aku silent total, tp kali ini aku berhasil menjawab panggilan telepon dari Mbak Hen yang juga lagi plesiran di Blitar. Mbak Hen baru besok ke Surabaya dan janji mau bertemu dengan Mas Al dan Bang Ron sebelum Mbak Hen balik ke Singapore.

Alhamdulillah akhirnya daku bisa membeli baju “you can see”. Kalau dilihat sekilas motifnya tidak kelihatan seperti batik, tapi itu batik kok.

Perjalanan dilanjutkan setelah kami shopping batik Pekalongan. Dinner kali ini kami memilih satu resto bernama : D’Pawon Seafood & Fastfood di Jln Kolonel Sugiyono – Tegal.Tempatnya asyik, resto tapi terbuka gitu deh, pengunjungnya juga kebanyakan bermobil pribadi dan family...namun pelayanannya luuuaaaammmaaaa. Kami hampir mati lemas kelaparan euy! Kasihan juga sih sama mbak yang ngelayanin karena menurutnya teman2nya lagi pada pulang kampung dan saat itu pengunjung sedang banyak. Orang Tegal pulang kampungnya kemana yak?! Rasa makanan sebenarnya lumayan enak, apalagi nasi bakar yang daku pesan. Gurih dan wangi. Nasi bakar tersebut digulung di dalam daun pisang, sebelumnya dikasih bumbu dan kemudian dibakar.

Awalnya Mas Tunggal mau laju dan istirahat di Cirebon, tetapi Sekar, Mbak Rita dan daku lebih memilih kami istirahat di Tegal. Jadilah kami malam itu check in di Hotel Pasific (*3). Walau hanya berlantai 3 hotel ini memiliki lift yang tembus pandang, baik pintunya maupun “dinding” disekitarnya sehingga kalau kita berada di lift kita dapat melihat jalanan, dan orang di jalan juga bisa melihat kita. Hotel berbintang 3 ini baru ada 3 tahun yang lalu. Pelayanannya top banget deh, bahkan petugas-nya cepat tanggap, khususnya petugas saat kami breakfast. Seno saja komentar,”Harga minimum pelayan maksimum!”. Rate menginap disini nggak sampai Rp 300.000 ,-/malam. 200ribu aja sih lebih! Kamar AC, TV Cable...nggak kalah deh dengan hotel bintang 3 di kota besar. Bahkan ada Karaoke dan Mini Theater-nya pula. Room service-nya muraaaahhhhh, masih banyak yang dibawah Rp 30.000 per-porsi makanannya. Usai breakfast dengan kepuasan tersendiri kami check out.

Mampir Brebes untuk beli telor asin khas Brebes. Telor asin zaman sekarang variant-nya juga macem-macem. Bayangin dah...ada Telor Asin Rasa Udang! Konon itu telor dari bebek yang makanannya udang. Wuuuiiiihh...kalau tuh bebek makanannya gado-gado mungkin rasa telor asinnya juga rasa gado-gado dong? Kata Mbak Rita di televisi pernah ada info tentang telor asin rasa jeruk atau strawberry loh. Lucu juga ya, kalau mau telor asin rasa jeruk or strawberry bukannya lebih enak makan buah jeruk or strawberry-nya sekalian???

Mbak Rita beli Telor Asin Rasa Udang dan daku beli Telor Asin Bakar. Perjalanan berlanjut ke arah Kuningan. Kami tidak melewati jalur Utara karena mau nengok lokasi wisata pemandian air panas dan spa di Kuningan.

KUNINGAN – SUMEDANG

Siang hari kami tiba di Kuningan. Mbak Rita ingin melihat Grage Hotel Spa yang seringkali diliput oleh media. Namun belum sampai lokasi kami tertarik dengan satu area, yakni Resort Prima Sangkanhurip.Di resort ini terdapat Perkampungan Wisata Cilimus 1928 yang merupakan replika perkampungan Kuningan di tahun 1928. Yang sejarah Indonesia-nya jago pasti ngerti deh “apa dan bagaimana” Kuningan di tahun 1928. Perjanjian Linggar Jati masih ingat dooonnnggg...Pelajaran SD gitu looohh....

Kami menanyakan roomrate menginap di resort tersebut, dengan tekad liburan mendatang kami menginap di sini. Suasana khas Indonesia-nya asyik banget!

Barulah kami menyusuri jalan Sangkanhurip, yang diujungnya terdapat obyek wisata Sangkanhurip Alami. Pemandian air panas dengan harga terjangkau. Kami hanya melewati obyek wisata tersebut, berbelok ke kanan...dan barulah mampir ke Grage Sangkan Hotel Spa yang memproklamirkan diri sebagai ‘The Best Aquamedic Spa in Java’. Daku dan Mbak Rita sempat masuk ke area spa yang air-nya kehijauan dan hangat. Dia atas kolam renang biasa (Teratai Pool Side) telah berdiri panggung dan disekitar kolam renang juga sudah tersusun meja dan kursi untuk acara tahun baru nanti malam. Hotel tersebut mengadakan : ‘New Year 2008 Hawaiian Nite’ – dinner – live band – dance – hawaiian dance. Kenapa nggak menampilkan perayaan khas Indonesia aja siiiiiihhh??????

Perjalanan berlanjut. Di sepanjang jalan kami melihat penjual ember. Toko makanan menjual ember??? Untungnya Mbak Rita “cepat tanggap, ingat bahwa itu adalah salah satu oleh-oleh khas Kuningan yang pernah diceritakan temannya. Tape ketan dibungkus daun jambu yang kemudian dimasukkan kedalam ember! Karena Mas Tunggal juga senang dengan tape, kami-pun berhenti dan membeli ember, eh makanan khas tersebut. Aku bilangnya,”Beli tape gratis ember!” hahaha...

Mobil melaju ke Sumedang. Kotanya penyanyi Rossa, yang kebetulan saat kami sampai di Sumedang tape di mobil lagunya “Atas Nama Cinta”. Kami lunch di ‘Rumah Makan Joglo Sumedang’ yang baru dibuka 3 hari dan bangunannya keren banget, rumah Joglo ala Kraton. Kami makan di gazebo yang berada di pekarangan bangunan. Kami pesan makanan khas-nya Ayam Goreng Spesial Bumbu Kraton.Ckckck...koleksi mobil antik owner-nya okeh banget looowwhh ;-)

Suasana akan tahun baru mulai daku rasakan lagi ketika sudah banyak sms masuk ke hape-ku mengucapkan selamat tahun baru. Pak Aswin, direktur Finance di salah satu BUMN juga sudah mengirimkan sms ke aku. Duh, Pak...maafkan “anakmu” yang kurang ajar ini. Selalu kedahuluan jika ingin mengucapkan selamat ke bapak. Salut daku sama beliau, direktur BUMN ,kerjanya keliling dunia bahkan sampai naik Concorde saja pernah tapi low profile-nya ampun-ampunan.

Jam 7-an malam Mas Alief, leader-ku di Surabaya mengirim sms agar aku membuat keyakinan pada tengah malam nanti mengenai peringkat-ku di Konvensi Nasional tanggal 23 Agustus 2008 di Hailai Restaurant. Yup lebih dari 20 tahun aku melewati tengah malam dengan hingar bingar kemewahan tahun baru, merayakan di hotel mewah, pesta bahkan di Bali seringkali aku lakukan. Oleh karena itu malam ini aku mau mengadakan resolusi 2008 dalam kelelapan malam. Walaupun disekitar rumah Sekar udah jedar jedor kembang api! Bentaaar-lah lihat kembang api.

Saturday 4 July 2009

Semarang - Jepara - Watu Gong [Jateng 2007]

Jangan tanyakan kemana daku melewatkan malam tahun baru, karena justru akhir tahun daku melewatkannya kemana-mana. Lewat Cirebon, lewat Brebes, lewat Pekalongan...dan malam tahun baru daku melewatkannya di dalam perjalanan tol Bandung – Cimanggis sambil menikmati Ice Coffee gratisan dari Excelso Rest Area Km.62. Ssssrrrrruuuupppp......dan kopi itu melewati tenggorokanku!

SEMARANG, Si Pesona Asia
Dua hari pasca Christmas Mas Tunggal mendadak mengajak ke Semarang. Dua jam sebelum keberangkatan, jadinya hari itu aku cancel rencana hari itu ke Synergy bareng Dian untuk menemui Pak Ali dan Dr.Roy. Ke Semarang juga mau nganterin brosur Synergy ke Ely and kalau memungkinkan bikin home meeting di hotel sekalian. Jadilah siang itu daku bersama Mas Tunggal keluarga dan sopirnya (yang Art Director film Ca Bau Kan – real!) berangkat ke Semarang. Terlebih dahulu makan sore di Rest Area Km 57, RM Padang Sederhana. Di sana aku sms Ely supaya mempersiapkan materi untuk pembahasan Synergy nanti malam.

Shalat Maghrib di rest area toll Kanci Cirebon dan makan malam di KFC Pasifik Mall Tegal – Jawa Tengah, sekalian daku beli pulsa GSM dan Mas Tunggal beli 3 kaset. Wuuiih udah ada KFC, Es Teller 77, Pizza Hut, Dunkin, M Studio, Naughty and Guardian. Tegal sudah bertabur franchise business rupanya ;- Kenapa nggak ada kedai teh poci khas Tegal seh???!!!!
Barulah jam 11 lewat kami sampai di rumah Semarang.

Paginya Ely baru nongol di depan hidungku. Kami sudah siap – siap berangkat ke Jepara, kota Kelahiran RA Kartini si Pahlawan Emansipasi Wanita. Aku langsung menyodorkan chlorophyll ke Ely. Kebetulan Mbak Rita ngajakin Ely juga, jadi Ely bisa sekalian ikut. Daku gak enak ati kalau yang ngajak daku karena kakinya Mbak Rita khan dalam masa recovery jadi tempat duduk di mobil harus leluasa. Jam 8-an Tavera melaju menyusuri “Little Netherland” yang jadi salah satu obyek wisata unggulan Semarang, start dari yang paling ujung Hotel Raden Patah (Budgeting Hotel – Backpacker Class), Kantor Polisi, Gereja Blenduk, dan berderet bangunan peninggalan Belanda yang seringkali dijadikan shooting film.
Terlebih dahulu kami check in di Hotel Horison (*4) kawasan Simpang Lima Semarang.

JEPARA, Kotanya Ibu Kita Kartini (Jum’at, 28 December 2007)
Hanya meletakkan travel bags kemudian lanjut ke Jepara, melewati Demak tetapi nggak lewat Kudus. Makan siang di RM.Ismun Jln Margoyoso yang kecapnya khas. “Bentuk” kecapnya seperti madu dan rasanya manis banget. Setelah lunch kami hunting furniture ukiran Jepara yang showroom-nya berderet di sekitar Jepara. Masih banyak yang tutup. Mbak Rita dan Mas Tunggal yang sedang merenovasi rumah berencana membeli jendela yang berukir khas Jepara. Salah satu showroom mengaku kalau dia-lah yang mendesain ukiran interior rumah Probosutedjo, artis Roy Marten dan beberapa seleb lainnya, bahkan juga mendesain rumah Joglo Jawa Tengah lengkap dengan ukiran-nya untuk dikirim ke Pulau Karibia. (Awas loh kalau Malaysia sampai ngaku’in ukiran Jepara di resort mewah Karibia asalnya dari Malaysia!!!!).

Kami sempat mampir ke dermaga Pantai Kartini. Dari pelabuhan ini-lah kapal Karimun membawa penumpang ke Pulau Karimun Jawa. Ombak terlihat begitu liar, angin juga bergemuruh. Hal itulah yang membuat kapal Karimun sudah dua hari tidak beroperasi. Daku sih sempet berfoto ria di depan kapal tersebut. Ini salah satu impian daku dan Tary, visit to Karimun Jawa sambil mencari inspirasi novel. Bahkan Ratih Kumala, si penulis novel Tabula Rasa yang bukunya masuk dalam list “The books must read before die” ngerengek minta ikutan kami berdua. Hahaha...

Di Jepara sempat diminta Ronald untuk menelponnya karena ada hal penting yang harus dibicarakan. Duuuh, Bang, daku lagi di pinggir sawah nih....pulsa gak cukup untuk nelp ke Surabaya. Lah, hape aja daku silent total.Untungnya sih Ronald nelpon duluan. Emang deh, bisnis itu harus dilakukan dimana saja dan kapan saja dan oleh siapa saja. (Chlorophyll is better than Coke...hahahaha)
Sore kembali ke Semarang, ke Hotel Horison. Malamnya kami makan di salah satu rumah makan yang bikin Sekar nggak napsu makan dan akhirnya malamnya harus beli makanan lagi di Pizza Hut yang masih satu area dengan hotel. Hotel Horison Semarang “layout lokasi”-nya mirip dengan hotel – hotel yang ada di Singapore.

Aku en Sekar sempat foto di depan Santa Claus yang terbuat dari permen, dan itu merupakan Santa Claus dari permen terbesar di Indonesia. Pakai masuk MURI segala. Setelah itu permennya nggak boleh dimakan. Duuuhhh...mendingan Santa Claus-nya membagikan permen-permen itu ke anak fakir miskin aja kali yaaa....Jadi masuk MURI-nya : Santa Claus Membagikan Permen Terbanyak ke Fakir Miskin & Korban Banjir Jawa Tengah. Sepertinya itu lebih berguna dan secara Corporate Sok-sial Responsibility juga okeh!

MRAPEN – WATU GONG (Sabtu, 29 December 2007)
Setelah meninjau beberapa rooms yang rencananya mau aku bikin jadi meeting room or ruang aktifitasku untuk meluaskan network dan pasar di Semarang, aku en Ely menuju ke Dorang, warteg bersih yang ada menu andalanku, yakni telor ikan yang gede. Menu warteg ini relatif lengkap dan lezat loh. Tempatnya juga bersih. Yang makan disini banyak yang bermobil pribadi. Mungkin seperti Warmo Tebet, tapi soal kebersihan dan kenyamanan tempat, daku lebih mantap di Dorang. Ini aja daku “bela-belain” nggak breakfast di Hotel Horison lantaran aku ingin menikmati menu Warteg Dorang . Semula ingin dijemput pakai Tavera tetapi karena Seno main PS di hotel (playground Hotel Horison ada PS-nya) dan Mbak Rita creambath di salon mall hotel, jadinya selesai makan daku en Ely berbecak ria ke Hotel Horison. Satu moment bahagiaku adalah naik becak! Hal langka yang bisa terjadi di Jakarta.

Dari Hotel Horison kami menuju arah Grobogan. Eh udah naik mobil yg dikemudikan Mas Tunggal, bukan naik becak. Kasihan banget tukang becaknya kalau daku minta anter ke Grobogan. Niat awal ke “miniaturnya Sidoarjo”, tetapi karena hujan lumayan deras, akhirnya kami berbelok ke Mrapen yang terletak di pinggir jalan Raya Semarang – Purwodadi Km.36. Melongok peninggalan Sunan Kalijaga, yakni : Api Abadi, Sendang Dudo yang airnya mendidih namun tidak panas dan batu bobot yang sebenarnya merupakan landasan salah satu tiang kerajaan Majapahit yang ingin dibawa ke Demak namun karena berat jadinya ditinggal oleh Sunan Kalijaga, daripada menghambat perjalanan gitu loh!

Api Mrapen ini yang api-nya diambil untuk obor pesta olahraga, dari Ganefo tahun 19963 hingga PON IV 1996. Sayang banget deh area Mrapen ini kurang terawat. Bahkan pengunjung hanya kita. Ada sih cowok – cewek pendatang. Mereka berdua masuk dalam bilik Batu Bobot, kata penjaga warung tempat aku beli teh botol di dekat situ katanya kedua orang tersebut berdoa, dan banyak yang “ngalap berkah” di Batu Bobot. Daku sempat diledekin Mas Tunggal,”An, nggak usah malu-malu tuh....katanya mau minta supaya dagangan-nya laku keras!”


Hahaha...supaya dagangan laku keras mah gelar aja dagangan di alun-alun taon baru’an nanti, bukan berdoa di depan/dekat batu gituh. Lah Sunan Kalijaga ajah sampai ninggalin tuh batu, trus kenapa kite justru “nyembah-nyembah” tuh batu. Nyembah Hajar Aswad yang udah jelas di Rumah Allah aja udah masuk kategori musyrik, apalagi batu lain. Wait...wait...soal ini mah daku pendapat pribadi aja yak, tanpa mengurangi rasa hormat terhadap toleransi kepercayaan sesama mahkluk ciptaan-NYA.

Dalam perjalanan kami sempat lihat warung dengan spanduk yang menyeramkan loh. Spanduk bertuliskan dan bergambar : ular, biawak dan kodok, tulisannya : Extrem Kuliner. Hiiii...lihat spanduk dan warungnya aja serem gituh. Kalau kita masuk ke warung itu mungkin kita akan lihat ular lagi ngejar-ngejar kodok??! Trus biawaknya tepuk2 tangan ngasih suporter.Nggak sampai 5 km dari warung itu aku melongo lagi membaca spanduk di warung berikutnya, salah satu menunya : Rica Rica Kuda! Waaaw, ternyata Grobogan banyak menawarkan aneka kuliner “ajaib”, dan yang menawarkan adalah warung sekelas kaki lima – bukan restaurant atau rumah makan permanent.

Dari Mrapen kami sempat mampir ke salah satu perumahan baru di Semarang. Ada sih niat punya rumah pribadi di Semarang, yang lokasinya keren dan nyaman. Setelah itu kami meluncur ke Semarang atas, tepatnya ke Watu Gong. Artikel dan foto lengkap mengenai Watu Gong akan aku upload di MP kalau sudah dimuat di media cetak dulu yaaaa......



Dinner hari ini di Kampung Laut Suki, restaurant unik pinggir laut sekaligus tempat rekreasi di Utara Semarang. Soal tempat ini lebih lanjut...nanti daku review. Hehehe...pokoke menu dan tempatnya mantap!
( Sekilas review "Kampung Laut Suki" silakan di-check di blog saya - Berita Kuliner. Tapi sudah mengalami beberapa perubahan ya sekarang )

*Dan keesokan hari-nya kami bertolak dari Semarang. Melakukan “On The Way Travelling” (halah..istilah apa’an pulak!?) Kalau dibikin artikel lagi bakal panjang, so nanti aku tulis lagi ah.

Travel Writer

Saat ini saya lihat banyak sekali buku travel dijual di toko-toko buku.
Saya memang sudah menduga sejak puluhan tahun yang lalu (deeeuuu emangnye umur ente berape? ;-p). Belasan tahun yang lalu hingga 4 tahun yang lalu saya banyak mendapat permintaan kisah traveling keliling dunia saya beberapa tahun yang lalu ditulis untuk dibukukan, tapi 'kebiasaan buruk' saya dahulu adalah saya hanya mau travel atau jalan-jalan bukan sambil bekerja! So walaupun senang menulis dan traveling saya tidak berminat sedikit-pun menjadi 'travel writer'. Sama tidak berminat-nya saya menjadi 'tour guide' , 'pramugari' atau profesi-profesi yang katanya "liburan selalu".
Saya tidak akan menjadikan bidang menulis dan traveling sebagai profesi karena profesi (barangkali) bisa pensiun sewaktu-waktu.
Menulis dan traveling merupakan 'a part of my life' sehingga saya akan berhenti andaikata jika saya sudah meninggalkan dunia ini.