Showing posts with label wisata kuliner. Show all posts
Showing posts with label wisata kuliner. Show all posts

Sunday, 31 July 2016

Makan Siang di One Cafe at The Park Lane Jakarta

Saya kepincut dengan One  Cafe – Asian Fusion, All Day Dinning yang merupakan salah satu tempat F & B di The Park Lane Jakarta. Hal ‘ketidak sengajaan’ saya berkesempatan makan siang di cafe ini.


The Park Lane Jakarta adalah hotel berbintang 5 yang nyaris setiap hari saya lewati jika saya ke/dari kantor di Jln Prof Satrio atau Kota Kasablanka. Cowok teman kerja   ada yang bekerja di hotel ini. tetapi saya baru 2 kali masuk ke sini. Pertama kali saat saya akan melakukan body treatment di spa-nya yang terletak di dekat kolam renang, dan kedua kalinya pada tanggal 29 Juli 2016 untuk hadir dalam Temu Blogger 2016 : Sehatkan Anak Indonesia Dengan Imunisasi. Letak ruangan untuk acara tersebut juga di dekat kolam renang. Acara dimulai jam 9 pagi, dan kami para Blogger yang diundang duduk di kursi dengan round table ala fine dinning. Hanya air mineral, gelas dan pulpen berikut kertas catatan yang ada di hadapan kami. Tak lama tersaji snack pagi, yakni potongan chocolate cake  dan pastel.
Saya pikir makan siang dilakukan di round table ruangan seminar, ternyata kami dipersilakan menuju ‘One Cafe Asian Fusion’ yang terletak di bawah lobby hotel. Yess! Petualang kuliner kembali tercatat dalam catatan saya! Selain One Cafe, ada pula Riva yang menyediakan masakan Perancis . Yang terlihat dari jalan hanya nama Riva. Sedangkan One Cafe merupakan All Day Dinning,juga berarti breakfast tamu hotel yang menginap dilakukan di cafe ini.

Ada kerupuk lengkap dengan kalengnya
Siang itu kami lunch dengan system buffet. Kami menyusur melihat-lihat aneka makanan yang di sediakan. Selera makan saya langsung bangkit, di sudut saya melihat beraneka makanan Indonesia. Seru-nya ada pete, jengkol sambal, cumi goreng, ikan teri goreng dan aneka pepes. Hal yang jarang saya temukan di hotel berbintang 4-5. Tanpa ragu saya mengambil makanan tersebut. *Halah, di hotel berbintang 5 kok ngambilnya lauk pasar sih?* Eh, jangan salah loh, justru disini saya ingin menikmati makanan khas Indonesia dengan kondisi tempat yang bersih serta memasaknya pasti berdasarkan standar operasional prosedur. Kebersihan dan kesehatannya pasti terpantau dong. Terbukti, ketika saya makan 3-4 keping jengkol ternyata tidak meninggalkan aroma yang tidak enak. Ini sempat saya katakan kepada seorang blogger yang mengatakan doyan jengkol tetapi khawatir akan aroma-nya, saya katakan,”Pastinya sudah diolah dengan cara tersendiri versi memasak hotel berbintang dong supaya nggak nimbulin aroma yang tidak enak. Mosoq hotel sama dengan warteg sih? Kayaknya nggak deh...hehehe”

Ada lalapan plus pete bakarnya
Setelah saya mengambil lauk ala pasar, saya mengambil Mie Ayam secara prasmanan. Biasanya khan Mie Ayam  di stall/gubug ya? Tetapi di Cafe One kita meracik sendiri sesuai selera. Pertama kita mengambil mie telur dengan menambahkan topping sesuai keinginan kita. Saya memilih white fish ball, salmon ball , jamur putih berikut cabe ijo iris kecap. Tersedia juga beef ball, berbagai jenis jamur dan sayur beserta beberapa jenis sambal. Kesan awalnya seperti menu Shabu Shabu atau Baso Singapore, sehingga ketika akan diberi kuah saya sempat minta kuah Tom Yam dan Chef-nya langsung mengatakan,”Ini Mie Ayam.” Ooo...oke! Memang setelah di beri kuah kaldu mereka menaburi dengan irisan ayam seperti layaknya mie ayam pada umumnya. Setelah saya coba menu tersebut saya merasa cocok, namun tidak berniat nambah karena ingin mencicipi menu lain yang dihidangkan.
Saya menikmati makanan semeja dengan Mbak Yayat,  Mbak Waya, Mbak Gita dan Kak Resi. Melihat Mbak Gita dan Mbak Waya menikmati Sop Buntut dari salah satu stall maka saya jadi penasaran. Sop Buntutnya terlihat mengundang selera, dan akhirnya saya mengambilnya. Ternyata memang terasa sedap dan bersih , porsi-nya juga pas! Kenapa saya katakan bersih? Karena saya tidak merasakan sop yang terlalu gurih dengan MSG bubuk dan seperti tidak berlemak. Kuahnya cenderung bening namun tetap terasa gurih dengan kaldu asli, daging-nya juga termakan semua . Tomat, wortel ,kentang dan daun bawang bertaburan melengkapi kelezatan sop tersebut. Oh ya, sebelum mengambil Sop Buntut saya juga mencicipi Fish Soup yang tersedia di meja prasmanan dekat nasi, tidak banyak yang Fish Soup yang saya ambil. Sekedar penyegar mulut dengan kehangatan, namun Fish Sop-nya terasa asin di lidah.
Berikutnya saya ingin mengambil Sushi, makanan Jepang. Yang tersaji sejenis Sushi Sashimi Tuna. Karena tidak melihat Sushi Gunkan Tobiko/Ebiko atau telor ikan lainnya maka saya mengurungkan niat ini. Kemudian saya mengambil es krim 2 scoop, 1 coffee cream dan 1 green tea yang di tabur sedikit toping dari berbagai topping yang ada, dan di tambah 1 butir buah zaitun yang diambil dari meja salad. Sebagai penutup saya menikmati asinan buah yang terdiri dari potongan buah belimbing, kedondong dan...apalagi ya? Yang jelas saya memesan tidak pakai bengkoang. Kedondongnya memang kecut, tapi saya justru sukak! 
Yang saya rasakan kurang adalah air putih dan juice buah! Air putih hanya diberikan secangkir dan petugasnya tidak berkala berkeliling refill jika sudah habis. Kami juga tidak menemukan juice buah. Kalau dessert banyak, jenisnya bermacam-macam. Es Buah memang tersedia, tetapi saya lagi mau juice buah tanpa gula.

Harga pastinya saya tidak menanyakannya, tapi melihat harga promo yang tercantum di FB-nya saya kira harga tidak jauh dari harga ini deh :)
Ketika blogger yang shalat Jumat telah berada di Cafe One dan waktu istirahat tersisa 30 menit lagi, saya langsung menuju mushala di lantai 7. Nampaknya mushala ini sebelumnya adalah kamar hotel, tapi salut juga sama The Park Lane Hotel yang menyediakan mushala dengan kondisi yang layak. Bersih, rapi dan mengambil air wudhu-nya juga tanpa harus keluar dari ruangan mushala karena ruang wudhu sepertinya bekas bathroom kamar tersebut.
Semoga di lain kesempatan saya bisa menginap di kamarnya dan menikmati layanan spa-nya. Wifi lobby hotel juga lancar tanpa harus memasukkan password.


Bagaimana cara menuju ke sana?

Kalau saya berangkat dari Pulo Mas Jakarta Timur  jam 7 pagi dengan memesan ojeg online Uber Motor, dikenakan tarif Rp 18.500,- sampai depan gerbang The Park Lane. Sodorin deh Rp 20.000,- tanpa meminta kembalian, walaupun sopir-nya jujur mengingatkan kembalian. Rp 1,500 ,- sebagai pengganti pulsa tadi dia mencari jalanlah.
Pulangnya saya dan Kak Resi jalan-jalan dulu di Kota Kasablanka sampai ba’da Maghrib, karena hujan – jalanan becek dan saya takut naik ojek (dalam kondisi seperti ini) akhirnya saya menyetop Taksi Bluebird di depan Kokas. Sampai depan gerbang rumah Pulo Mas argo yang tertera Rp 49rb-an, saya sodorin deh voucher senilai Rp 50.000,- hadiah menang cerita #SekotakPenuhKesan.

The Park Lane Jakarta
Jln Casablanca Kav 18
Jakarta 12870
Phone : +6221 8282000
 

Wednesday, 23 March 2016

Menghirup Kedamaian di CLUBHUIS at Pesona Alam

Majestic nature and excellent High Tea is a perfect couple
That's what Puncak is all about...
Come & enjoy the sophistication of the CLUBHUIS at Pesona Alam

Saat bermalam di Pesona Alam Resort and Spa (18-19 Maret 2016) saya menemukan invitation card di atas bantal dengan tulisan berbahasa Inggris, Arab dan China, saya tidak ingat apakah ada bahasa Indonesia dalam undangan tersebut. Undangan untuk berkunjung ke CLUBHUIS yang berada di tengah hutan pinus Pesona Alam area.


Sabtu,19 Maret 2016 setelah kami berenang, mandi,sarapan, bersepeda dan berkuda dengan  a buggy car milik resort kami menuju CLUBHUIS dari depan lobby hotel tempat kami bermalam. Sopir memberhentikan mobilnya di depan sebuah bangunan rumah yang seperti rumah model masa kolonial Belanda di tengah hutan pinus. Inilah CLUBHUIS yang dimaksud dalam pamflet dan invitation card yang saya dapatkan. Wohoo...ternyata serving food and beverage disini dilakukan oleh Bengawan Solo Coffee, yang memberikan voucher menginap di Pesona Alam Resort and Spa  kepada saya sebagai The Winner Bengawan Solo Review Competition.


Pesona Alam Sedayu Clubhuis adalah sebuah tempat pertemuan yang sebenarnya, antara alam dan inovasi, antara sejarah dan masa depan, antara timur dan Barat, antara tradisi dan kesezamanan, dan tentu saja antara wisatawan dan penduduk lokal. 

Pesona Alam Sedayu’s Clubhuis is a true place for great meetings; Between nature and innovations, between history and the future, between east and west, between tradition and contemporaries, and certainly between travellers and locals (Terrakata, Edition 01 : A House of History)

Rumah ini dirancang seakan sebagai penemuan kembali Rumah Perkebunan Teh Puncak yang banyak berdiri di zaman Kolonial Indonesia. Karateristik melting pot/bowl salad yang indah dari budaya bersejarah membantu mendefinisikan Indonesia baru di Clubhuis. Arsitektur dan interior sampai berbagai pilihan menu yang terdiri dari makanan peranakan – Indo – Belanda dan makanan khas traditional Indonesia, Pengunjung seolah memasuki sebuah era bersejarah Indonesia dalam perspektif yang sangat kontemporer.




Ruang dalam tertata selayaknya rumah tinggal mungil yang dikelilingi hutan pinus. Menarik! Saya lebih memilih menghirup kopi hitam sambil mengecap Poffetjes di teras belakang yang suasananya membuat saya merasa terlempar di era lampau. Sebungkus Rempeyek Organic seharga Rp 15.000 juga mengisi sejenak pagi saya di Clubhuis. Tak lama, karena pukul 12 siang kami harus check out dari kamar 550 yang semalam meneduhi lelap kami di kawasan seluas 45 ha dalam Desa Cibeureum – Cisarua – Bogor Jawa Barat.


Luangkan waktu, sekedar melepas penat berita dan derita ramai ke kawasan hutan pinus ini. Belum sempat bermalam-pun kita masih dapat menyeruput secangkir kopi di Clubhuis sambil menghirup aroma phytoncides bersama udara berkadar oksigen tinggi. Kadar hormon serum adiponectin-pun akan meningkat dan serum hormon ini bermanfaat mencegah obesitas, penyakit kardiovaskular dan gangguan metabolisme lainnya.

Thursday, 10 December 2015

Merasakan Kelezatan F & B Best Western Premier The Bellevue

Batik dan Hospitality Industry merupakan bagian dari peminatan yang besar dalam diri saya. Karena itulah saat Kompasiana mengadakan acara di Best Western Premier The Bellevue Jakarta Selatan dengan pembahasan “Pameran Batik Betawi” saya segera mendaftar, sekalipun terlihat terlambat dan kuota seperti sudah terpenuhi oleh Kompasianers. Beruntung pagi pada hari H – Kamis, 7 Oktober 2015 saya mendapatkan telepon dari Kompasiana dan menanyakan apakah saya masih berminat dan bisa hadir dalam acara tersebut. Wooow, tentuuuuu...bela-belain deh dateng mengingat materi pembahasan dan tempatnya yang bikin saya super penasaran!
Pameran Batik Betawi di Best Western Premier The Bellevue
Batik Betawi adalah batik yang sudah langka, dan Best Western adalah The World’s Largest Hotel Chain yang terdiri atas lebih 4000 hotel di 100 negara dan wilayah di dunia. Saya-pun pernah menginap di salah satu hotel Best Western di New Zealand. Keingetan banget, karena saya menginap sekitar seminggu di hotel tersebut. Ini pula yang menarik bagi saya untuk hotel tour – syukur2 menginap di Best Western di Indonesia.
Karena antusias-nya maka tanpa saya sadari saya terus melakukan tweetlive pada acara berlangsung, dan begitu diumumkan pemenang tweetlive terbanyak, saya menjadi pemenangnya! Mendapatkan hadiah voucher F & B pada hotel tersebut....yeaaay!

Diserahkan hadiah sbg Livetwit Terbanyak oleh MS.Eleine Koesyono,Marketing Communication Manager
Hari Minggu, 6 December 2015 saya berdua dengan Mama Dion memanfaatkan voucher senilai Rp 250.000 tersebut. Parkir motor di lantai B2 kemudian kami menuju lantai 1 melalui lift ke Kedaton Coffee Shop.

Hadiah Voucher F & B dan hadiah boneka Best Western Premier The Bellevue yang kini berada di tempat tidur saya :)
Kami datang di luar jam makan siang, sekitar jam 4-an sore sehingga Kedaton Coffee Shop hanya 1 – 2 meja yang terisi tamu. Assesoris natal sudah terlihat menghiasi ruangan. Waitress langsung menyodorkan saya map menu makanan dan minuman. Tidak terlalu banyak pilihan menu makanan yang bisa kami pilih, sepertinya yang banyak tersedia justru minuman beralkohol. Ketentuan voucher adalah tidak berlaku untuk minuman alkohol. Ya, kami juga nggak bakalan memesan minuman beralkohol sih...hehehe...

Mie Goreng Special

Mie Goreng  Special Tanpa Sayur


Kung Pao + Steam Rice
Sore itu saya memilih 1 porsi Mie Goreng Spesial (harga Rp 60,000) dan Mama Dion yang semula ikut-ikutan memesan dengan menu yang sama buru-buru saya arahkan untuk memesan Kung Pao Chicken (Rp 75,000) . Pakek acara nggak ngerti lagi menu macam apa, langsung saya jawab dengan nada terselubung “norak loe” ,”Masakan Thailaaand. Gue mah doyan banget!” Lah, terus kenapa nggak loe aja yang mesen,An? ;p Minumnya baru deh kita sama-an yang Es Teh Tawar seharga Rp 30.000 pergelas-nya belum termasuk 21% dan nggak bisa di-refill. Hiks! *Halah, makan pakek voucher hadiah aja pakek baper banget pas lihat harga Es Teh Tawar seharga itu :p


Menu makanan yang tersedia lainnya di Kedaton Coffee Shop dan sepertinya dari sini pelayanan Room Service jika tamu kamar hotel memesan, diantaranya :
Soup : Creama Di Funghi (Mushroom Cream Soup) dan Oriental Wonton Soup yang harganya masing-masing Rp 50,000. Ada juga Tom Yam Talay seharga Rp 60.000.
Sedangkan “Grilled Di Carne” terdapat : Grilled Sirloin (Rp 220.000) hingga termurah Grilled Chicken Breast (Rp 135,000). 
Pesanan kami di deretan Asian Delight bersamaan dengan : Oxtail Soup (Rp 120,000), Nasi Goreng Special (Rp 75,000), Tongseng Kambing (Rp 85,000) dan Rawon Jawa Timur (Rp 85,000).
Semua harga disini belum termasuk tax yang 21  % itu loh yaa. Biasa deh, government tax and service charge. Nah kalau sudah termasuk service charge sebenarnya kita tidak perlu memberi tips lagi.
Kedaton Coffee Shop masih menggunakan sebagian ballroom hotel, dikarenakan permanen-nya masih dalam tahap pembangunan. Nantinya sih akan berada di rooftop hotel, bakal keren nih! 
Ada 1 tempat lagi yang melayani F & B di hotel ini, yakni : Angsana Lounge & Wine Bar, tempat saya dan Kompasianers berkumpul saat acara Kompasiana pada talkshow bersama Sanggar Batik Betawi Terogong. Best Western Premier The Bellevue memang mendukung pelestarian warisan budaya batik Indonesia – dari berbagai daerah,khususnya daerah sekelilingnya. Oleh karena itu hal yang patut diacungkan jempol melihat berbagai ornamen interior hotel ini, dari dinding hingga karpet bermotif batik.
Berhubung hari sudah mulai gelap karena mendung dan kami berdua bermotor ria maka kami segera beranjak dari resto. Listrik mengalami kepadaman, lift juga otomastis tidak beroperasi. Dengan ramah Pak Security hotel menunjukkan jalan ke parkiran tanpa menggunakan lift.

Saturday, 26 September 2009

Bandung,I'm Coming...(Jabar 2009)

5 Syawal 1430
Setelah melakukan wisata modern di metropolitan, 24 September 2009 saya berencana ikutan Mas Tunggal dan keluarga ke Pengalengan Bandung Selatan, menikmati suasana perkebunan teh masa lalu,niaaaattnyaaa…
Untuk mempermudah dan menghemat waktu malam sebelumnya saya dan Owien menginap di rumah Amelia, menjajal kamar yang serba baru….hhmmm setara dengan kamar hotel berbintang-lah. Hahaha…dalam beberapa bulan lagi kwalitas kerapihannya diragukan…maklumlah Bimo yang baru saja diwisuda jadi sarjana teknik, kemampuannya di dunia hospitality belum teruji…xixixix…
’20 Menit lagi tiba di Antam.’ : SMS dari nomer 0888xxxxx Mas Tunggal sampai di nomer 08888xxxx di kantong jeans saya pada pukul 10:56. Sebelum berangkat saya dan Owien menyantap Mie instant gelas dan susu cair kaleng dari kulkas Amel dan keluarga…wuikikikik…mumpung penghuninya masih pada menikmati keindahan dreamland. Sementara Mbak Lien, sang nyonya rumah sudah mulai berangkat bekerja.
Saya dan Owien menunggu Tavera tepat di depan pintu masuk gedung Antam TB Simatupang. Lebih dari waktu yang ditentukan, tetapi Tavera belum juga muncul. Saya langsung menghubungi Sekar, dan ternyata mereka masih di Radar Auri Cimanggis !
Mobil datang, kami langsung masuk – travel bag kami masukkan ke dalam bagasi. Langsung masuk ke jalan tol, melaju dan sempat mampir di Km.57. Saya, Owien dan Sekar membeli beberapa makanan dan minuman di KFC yang ada di area tersebut.
Perjalanan lancar, hingga akhirnya…..tidak sesuai rencana kami ke Pengalengan, mobil keluar di Padalarang Kab.Bandung Barat dikarenakan kondisi mobil yang tiba-tiba drop. Kami berhenti di salah satu deretan ruko di Padalarang. Ada tukang bakso tahu dan es cendol+cincau. Mas Tunggal dan Seno mencari tukang oli, sedangkan 4 cewek (plus Mbak Rita) memesan bakso tahu seharga Rp 3000,- s/d Rp 5000,- (pakai telor rebus utuh) serta memesan es cendol dan cincau yang satu gelasnya Rp 2000,-. Tukang cincau-nya bangga banget cincau-nya gak pakai pengawet, saya mah percaya-percaya ajah, tetapi kebersihan dan kehalalan sebenarnya masalah yang utama. Selezatnya makanan kalau gak bersih en gak halal mah sama aja bohong! Kalau makanan “gak sehat” masih bisa saya lawan dengan liquid chlorophyll deh….Tapi kalau gak bersih??! Huh, ngelihatnya aja dah gak selera. Lagipula kebersihan sebagian dari iman.Soal kehalalan?? Haruskah hal ini saya jabarkan? ;-)
Untuk memperkecil resiko terjadinya sesuatu , siang itu kami membatalkan rencana ke Pengalengan. Kami berbelok ke Bandung City. Di toll menjelang Bandung kami memperhatikan billboard2 hotel, langsung memencet nomer hotel – jika sudah nyambung bertanya roomrate dan ketersediaan kamar yang bisa kami pakai malam ini.


Sore ini, kami check-in di Garden Permata Hotel. Memasuki lobby masih terasa nuansa Ramadhan dan Lebaran, serta nuansa Indonesia juga terasa kental. Terdapat mini gamelan dan furniture yang juga menampakkan kekhasan Nusantara. Masuk ke kamar 320, connection door-nya unik. Hamparan kolam renang terpampang di jendela kamar yang saya tiduri bersama Owien, dan kamar tersebut terhubung di living room alias ruang tv dan meja kerja tanpa dibatasi oleh daun pintu! So, begitu Om Fakih beserta keluarga visit ke kamar, kami tidak bisa bersembunyi deh…hahahaha…Yup Om Fakih yang baru saja mendarat di Indonesia dari Jeddah menyusul kami ke Bandung. Cepat banget euy! Padahal saat anaknya, Raihan d isms oleh Sekar dan kami memberitakan bahwa kami dalam perjalana ke Bandung anaknya memberitahukan bahwa Om Fakih baru akan landing di Bandara Soekarno Hatta. Dari luar negeri coy!Loh kok tiba-tiba jam 5-an sudah ada di hotel Bandung.
Kedatangan Om Fakih dan keluarga berkah juga seh, karena mobil Tavera masih belum diperbaiki, jadi saat makan malam kami menumpang mobil yang dibawa Om Fakih. Untungnya lagi yang dibawa Om Fakih mobil Xenia, bukan Timor seperti biasanya. Jadilah kami ber-sepuluh berjejalan di Xenia tersebut. Berasa deh lebarannya…hahahaha..
Dinner ayam goreng serta gurame di belakan Gedung Sate yang ramai oleh banyak rombongan keluarga. Tempat makannya model warung berderet seperti di Blok S Jakarta, dan yang datang-pun bermobil pribadi (Halah kalau nyewa kita juga gak ngerti?! :-D). Di warung sebelahnya saya, Owien, Mas Tunggal dan Om Fakih sempat minum Badsus. Badsus = Bandrek Susu. Yang biasanya disajikan panas, kali ini saya minta ke pedagangnya untuk menyajikan dengan es.
Sebelum balik ke hotel kami mampir ke Rumah Makan TenToTen, beli Cap Cay dan Nasi Goreng untuk “mengemil” di kamar hotel. Melewati Grand Serela Hotel yang 2 tahun lalu tempat saya menginap bersama ibu dan Mas Tunggal keluarga. 2 tahun yang lalu itu kami ke Bandung di bulan September juga, sambil mengambil buku ‘I Love Cooking’-nya Sekar di Penerbit Mizan.
Malam sebelum tidur Seno sempat mencoba wifi dari kamar. Hiks…belum bisa tuh. Sebenarnya asyik juga nih hotel full-WIFI sampai kamar, tetapi kenapa gak connect giniii seeeh…

*poto diambil dari website Garden Permata Hotel.

Tuesday, 7 July 2009

Istana dan Macaroni Bogor [Jabar 2009]


Matahari belum terbit saat Mr.Di menghubungi hape-ku untuk mengingatkan bahwa hari itu [Sunday, 15 March 2009] kami akan warming up ‘jalan-jalan penuh sengsara’ ke Bogor. Disela – sela obrolan kami memang selalu terselip impian kami untuk melakukan perjalanan keliling Indonesia (baik sebagai backpackers maupun sebagai turis kaya raya!). Nah untuk istilah backpacker daku menyebutnya ‘jalan – jalan penuh sengsara’ walaupun terkadang daku mikir ,kalau bisa jalan – jalan dengan fasilitas yang baik dan nyaman kenapa aku “paksakan” untuk “susah”??? Toh kali ini daku ‘menyerah’ terhadap keinginan Mr.Di yang menginginkan aku ‘jalan susah’ namun dengan imbalan ditraktir olehnya di tempat makan yang aku inginkan.
Pilihan ke Bogor, salah satu kota favorit-ku di Indonesia. Awalnya Mr.Di minat ke Sukabumi, ke salah satu tempat wisata yang pernah dia dapatkan info-nya. Walau ‘perjanjian’ kami jalan dengan kendaraan umum, tapi aku ogah naik kereta api non-AC. Lantas aku memutuskan untuk bertemu langsung di Station Bogor. Dia bisa berangkat langsung dari tempat tinggalnya di dekat Universitas Pancasila, sedangkan aku berencana naik Pakuan Ekspress dari Station Kota. Saat mau berangkat, Mbak Yoen-Mas Tirto en Galuh datang membawakan Nasi Ayam Hainan. Mereka cuma sebentar di Pulomas, en menawarkan pergi bareng sampai dimana aku naik kendaraan umum. Nggak usahlah karena aku bisa langsung naik TransJakarta - busway menuju station Kota langsung dari Halte ASMI. Akhirnya mereka pulang dengan Altis-nya...hehehe...Mbak Yoen sempat ngasih dana untuk beli tiket ke Bogor. Alhamdulillah....Galuh sih sempet nanya,”Kenapa ke Bogor gak bawa motor aja, Nce?” Sebelum daku jawab dia udah jawab ndiri,”Kalau bawa motor sendiri nanti sampai Bogor jilbab loe pada berdiri tegak ya.”...Nah ituh ngerti jawabannya ;-D
Sampai station Kota terlihat jadwal Pakuan Ekspress yang masih lebih dari ½ jam lagi. Halaaah,,,,Mr.Di bisa mencak-mencak neh kalau daku telat, padahal tadi aku masih di Pulomas dan dia udah berada di station Bojong Gede. Daripada nunggu Pakuan Ekspress, mendingan aku langsung beli tiket Ekonomi AC yang berangkat 10 menit lagi. Yap...nggak sampai 15 menit kemudian kereta melaju, daku duduk dengan nyaman...mengirim sms ke beberapa orang untuk menjelaskan posisi keberadaanku (Kebiasaan jadi pilot neh yang harus melaporkan posisi dan kondisi kepada air trafic control...hih lebay dah! Padahal Mr.Di mengistilahkannya daku orang yang posesif karena kebiasaanku yang satu ini...hehehe....).
Menikmati perjalanan sambil mendengarkan lagu favorit baru-ku, Single Happy-nya Oppie Andaresta dan Masih Ada-nya Ello.....Asli, seru banget nih lagu! Sesuai banget dengan diriku yang senantiasa merasa bahagia jika sedang single. Yes, Proud to be single : I’m single and very happy!
Turun dari kereta di rel yang nggak kompak! Daku nggak bisa lompat-lompat di kereta yang satu ke kereta yang menghalangi jalan, karena saat itu daku mengenakan rok! Mr.Di sampai melongo melihat daku yang ogah susah tapi justru pakai rok megar gituh, tapi dia cuma bisa pasrah sambil ngomong,”Gue pikir loe pakai celana panjang, biasanya loe khan pakai celana jeans kalau lagi nggak kerja....”

Dilarang Pacaran di Kebon Raya Bogor
Banyak orang bilang kalau pacaran jangan di Kebon Raya Bogor, sesudahnya bakalan putus. Tapi khusus ”sesie” ini daku nggak peduli, toh daku nggak pacaran dengan Mr.Di. Lagipula dulu daku pernah dekat dengan cowok en dia selalu menghindar berduaan sama aku di Kebon Raya Bogor (saat kami ke Bogor) tapi tetap aja kami putus! hehehe....Emangnye jodoh yang nentu’in dedemit Kebon Raya? ;-p
Meneer Di Van Tjilatjap mengajakku ke sana. Ayuh....daku udah lama juga gak ke sono, terakhir cuma makan di Cafe De Daunan yang lokasi-nya memang berada di dalam area Kebon Raya. Seingatku waktu itu mobil kami boleh masuk ke Kebon Raya.
Dengan gaya ala Cilacap-an Mr.Di beberapa kali minta difoto dengan pocket camera digital pinjeman dari Amel. Daku godain aja sekalian,”Buat dikirim ke kampung ya, Mas? Untuk ditunjukkin ke Simbok?!” Doski mah cuma cengar – cengir pahit doang, mengingat baru pertama kalinya menjejakkan kaki ke Kebon Raya Bogor en kedua kalinya berkunjung ke KOTA Bogor! Saat Mr.Di bersiap untuk difoto daku langsung teriak,”Wooi, Di, gaya loe jangan gitu dong! Bener2 gaya pembokat niat ngirim foto ke kampung deh loe! Malu2in gue aja loe, ogah gue motret-nya.” Dan Mr.Di pasrah ketika gaya-nya aku arahkan laksana pengarah gaya profesional (walaupun hasilnya gitu2 doang!).
Mr.Di sempat menunjuk bangunan besar yang terdapat disana.”An, ke bangunan itu yuk! Foto disitu dong...kayak di Belanda banget deh! Iya itu bangunan Belanda, kalau foto disitu pasti seperti di Belanda.” ajaknya. Nada2 suaranya ‘terpesona’ . Langsung aja daku teriakin,”Apaan, Di?! Kayak di Belanda????!! Emang loe pernah ke Belanda?! Gue aja yang pernah di Belanda nggak ngerasa kalau bangunan itu kayak di Belanda ...Beda!”. Hihihi...akhirnya Mr.Di dengan “pasang harga” menjauh dari bangunan tersebut sambil ngomong,”Nggak usah deh...Nggak kayak di Belanda ya?”. Hihihi...percaya amat seh tuh orang. Apa malas ribut? Kalau daku mah langsung daku bales,”Loe Belanda-nya dimana? Di Leiden/Delft/Den Haag/Alpen Aan De Rijn/Rotterdam/Amsterdam khan? Ini khan seperti bangungan di Friesland!” Or sebutin kek salah satu nama kampung di pelosok Belanda yang kira2 belum pernah daku kunjungin lantaran kagak ada di peta Belanda terbaru.
Di Rumah Anggrek kami berhenti, duduk sejenak. Aku mendengarkan (lagi2) Oppie dan Ello, sedangkan Mr.Di ngebolak-balik koran yang aku bawakan. Kami juga sempat istirahat di bawah pohon di sekitar Kebon Raya. Semula Mr.Di mengajak untuk duduk2 di salah satu pohon besar yang tumbang dan teduh, namun daku tolak dengan telak,”Ogah aaaah....kesannya orang pacaran banget duduk disitu!”. Mr Di duduk dibawah pohon untuk berteduh, sedangkan daku muter-muterin pohon itu laksana artis India korban pembalakkan hutan.


Lunch di MP
Keluar dari Kebon Raya Bogor kami menyeberang jalan menuju Botanical Square! Nunjukin ke Mr.Di yang namanya Hotel Santika, hotel berbintang terbaru di Bogor – belum ada sebulan diresmikannya. Semula daku berniat nginep situ tapi...ah mending nginep Sentul ajah dah! Gratis.Lagipula niatnya khan ‘jalan penuh sengsara’.
Di Botanical Square Mr Di menawarkan aku makan. Daku menggeleng tegas,”Kalau makan disini sih mendingan gue makan di Jakarta aja. Semua tempat makan di mall ini ada di Jakarta. Gue maunya makan di resto yang nggak ada di Jakarta!”.
Mr.Di sempat melirik – lirik (penuh arti) banner satu resto yang menawarkan paket murah meriah. Daku yang mengerti arti lirikannya langsung menyeretnya menjauh,”Kalau cuma ntraktir itu mah mendingan gue bayar ndiri aja deh, Di! Segitu doang mah gue mampu bayar ndiri berkali-kali.”
“Terus mau makan dimana dong?” Mr.Di nyengir begitu pikirannya terbaca olehku.
“Hhhmmm...dari appetiser sampai dessert khan, Di (ntraktirnya)? MP ya?” tanyaku, lebih mengarah ke malak. Yang dipalak-pun mengiyakan dengan pasrah. Oh iya, minggu sebelumnya daku udah lunch di Gumati Cafe and Gallery di Sentul bareng keluarga-ku , jadi males ajah kalau harus ke Gumati Resto (Yang di Bogor).
Sebelum ke MP alias Macaroni Panggang daku sempat melihat – lihat salah satu FO yang sejajar dengan Pangrango Plaza. Tak ada yang menarik minatku, padahal daku udah niat mau beli satu kemeja casual untuk ke field.. Banyak2in kemeja casual nih, supaya kesannya profesional...hahaha, soalnya kemarin2 kejebak sama gaya emak2 Majelis Ta’lim...hihihi...or gaya PNS salah tongkrongan. Herannya, kalau daku pakai kemeja branded kesannya malah kelewat santai. Saat ngajar anak2 sih gak masalah, tapi kerjaan daku ‘kemarin’ kebanyakan ketemu sama kalangan managerial ke atas perusahaan multinasional or asing. So harus pinter2 milih jilbab kali yeee, supaya gak diteriakin sama resepsionist,”Mbak, maaf, lain kali aja yaaa....” Yeee....gue udah make appointment sama big boss loe, bukan mau minta sumbangan tujuh belasan or pembangunan musholah...(Heh,tapi daku emang perlu sumbangan buku-buku bacaan dan keuangan untuk menunjang kegiatan pendidikan anak2 yang secara financial kurang mampu kok! ;-))
Sampailah kami di Macaroni Panggang, resto teduh ala rumahan kuno kokoh model Belanda (eh maksudnya rumah di Indonesia yang dibangun zaman pemerintahan Belanda masih bercokol di Indonesia sebagai penjajah!). Nah di MP kami berdua sempat bersitegang loh, yang dimulai dari petugas parkir MP yang menghampiri meja kami dan bertanya ke Mr.Di,”Mas, bawa Xenia ya?”...selanjutnya gak usah daku cerita’in yak. Menyangkut harga diri Mr.Di soalnya...hahaha...lebay deh loe, An! ;-p
Selesai makan kami berniat nonton di Sartika 21 Pasar Anyar. Sekali nonton disitu bareng Dina Mardiana, tahun 2005 film ‘Untuk Rena’. Ternyata bioskop tersebut sudah tutup! Mr.Di malah ngomong,”Tadi gue sih mau ngajak nonton di BTM, tapi elo mau-nya di sini siiiih....”. Halah...udah sampai Pasar Anyar aja loe baru ngomong! Mumpung sempat, akhirnya kita malah nonton di Depok Town Square (Detos) jam 19.00.

Sunday, 5 July 2009

Oleh Oleh : Semarang, Pekalongan, Brebes, Kuningan, Sumedang [2007]


Breakfast di Malabar Resto yang terletak di Lt.4 Hotel Horison Semarang. Menunya kaya variasi, karena memang ini keunggulan Horison Semarang dibandingkan Horison di beberapa kota Indonesia. Nasi liwet, Dim Sum, Ayam Panggang, Bubur Ayam, Spaghetty, Sandwich, Sapi Lada Hitam, Ikan Tenggiri Asam Manis....aaaah pokoknya banyak banget deh! Selain prasmanan juga digubug-gubugin seperti kalau datang kondangan gituh deh. Selama daku makan dari hotel ke hotel sepertinya breakfast kali ini termasuk variasi menu-nya oke. Setelah breakfast langsung kita kabur ke kamar 713. Pagi itu Mas Tunggal dan Mbak Rita mau ke Mlati Hardjo dulu untuk ketemu Mas Edy. Ely ikutan pulang. Daku en Sekar nonton Amazing Race Asia di AXN ajah sambil nunggu waktu check out.

Jam ½ 2 kami check out. SMS ke Bang Ronald dulu : “Aku udh check out dan mau keluar dr Smrg.Mlm ini mungkin aku nginep di Cirebon,jd no.esia ini gak tpakai lg ya.Kabaqr2i aku soal Mb Henny ya klau ktemu.Trimaksh.” (Repotnya Pakai esia Mode : ON). Praktis selama di Semarang hanya Bang Ron ngehubungi CDMA-ku.

OLEH – OLEH KHAS SEMARANG
Kami ke Jalan Pemuda, seberang Sri Ratu untuk membeli Lumpia “Mbak Lien”. Harga lumpia-nya @ Rp 7,000 ,- boleh pilih yang basah atau goreng. Rasa rebung-nya bikin daku jadi sering kangen dengan lumpia Semarang. Dari Jln Pemuda kami meluncur ke salah satu jalan (waduh lupa nama jalannya!) untuk membeli Ayam Tulang Lunak yang juga khas Semarang. Tak lupa kami ke Jln Pandanaran yang banyak menjual oleh-oleh khas Semarang. Pedagang kaki lima sampai toko – toko menjual lumpia, wingko babat, Bandeng duri lunak dan aneka makanan lainnya. Lumpia di Jln Pandanaran banyak juga yang harganya lebih murah.
“Urusan” di Semarang beres, kami meninggalkan kota Semarang. Rencananya sih February daku balik ke kota ATLAS ini lagi.

SHOPPING DARI BATIK SAMPAI “EMBER”

Mas Tunggal menyetir mobil dengan santai. Emang sengaja jalan santai. Melihat deretan kios duren di Kabupaten Batang membuat mobil berhenti sejenak. Mau makan duren dulu. Tetapi sayangnya duren yang kami makan tidak semanis duren yang kita lahap di Jepara. Oh iya, waktu di Jepara kami makan duren di Jln Jend.Hoegeng Imam Santoso (Daku baru menemukan nama beliau dijadikan nama jalan. Saat beliau meninggal dunia 3 tahun yang lalu aku sempat melayat di rumah keluarganya di Pesona Khayangan Depok. Kebetulan anak bungsu dan cucu-nya satu sekolah denganku. Saat ayah-ku meninggal dunia beliau juga melayat ke rumahku, dan kami memiliki satu lukisan hadiah dari beliau.). Di Jln Jend.Hoegeng Imam Santoso ini pula terdapat monumen berbentuk duren. Memang Jepara juga kota penghasil duren.

Di Pekalongan kami “tergoda” mampir ke salah satu toko batik yang besar. Daku sempat naksir batik seharga Rp 22.500 ,-. Murah meriah, warnanya juga funky dan yang pasti gak bakal ada saingannya kalau kita jalan2 ke Paris – Milan or New York! Eh tetapi justru Sekar yang beli rok batik berwarna hitam. Sampai di Pasar Batik Setono – Pekalongan daku justru “meringis2” karena batik yang aku taksir di toko tadi tidak ada di pasar ini. Selama perjalanan hape memang aku silent total, tp kali ini aku berhasil menjawab panggilan telepon dari Mbak Hen yang juga lagi plesiran di Blitar. Mbak Hen baru besok ke Surabaya dan janji mau bertemu dengan Mas Al dan Bang Ron sebelum Mbak Hen balik ke Singapore.

Alhamdulillah akhirnya daku bisa membeli baju “you can see”. Kalau dilihat sekilas motifnya tidak kelihatan seperti batik, tapi itu batik kok.

Perjalanan dilanjutkan setelah kami shopping batik Pekalongan. Dinner kali ini kami memilih satu resto bernama : D’Pawon Seafood & Fastfood di Jln Kolonel Sugiyono – Tegal.Tempatnya asyik, resto tapi terbuka gitu deh, pengunjungnya juga kebanyakan bermobil pribadi dan family...namun pelayanannya luuuaaaammmaaaa. Kami hampir mati lemas kelaparan euy! Kasihan juga sih sama mbak yang ngelayanin karena menurutnya teman2nya lagi pada pulang kampung dan saat itu pengunjung sedang banyak. Orang Tegal pulang kampungnya kemana yak?! Rasa makanan sebenarnya lumayan enak, apalagi nasi bakar yang daku pesan. Gurih dan wangi. Nasi bakar tersebut digulung di dalam daun pisang, sebelumnya dikasih bumbu dan kemudian dibakar.

Awalnya Mas Tunggal mau laju dan istirahat di Cirebon, tetapi Sekar, Mbak Rita dan daku lebih memilih kami istirahat di Tegal. Jadilah kami malam itu check in di Hotel Pasific (*3). Walau hanya berlantai 3 hotel ini memiliki lift yang tembus pandang, baik pintunya maupun “dinding” disekitarnya sehingga kalau kita berada di lift kita dapat melihat jalanan, dan orang di jalan juga bisa melihat kita. Hotel berbintang 3 ini baru ada 3 tahun yang lalu. Pelayanannya top banget deh, bahkan petugas-nya cepat tanggap, khususnya petugas saat kami breakfast. Seno saja komentar,”Harga minimum pelayan maksimum!”. Rate menginap disini nggak sampai Rp 300.000 ,-/malam. 200ribu aja sih lebih! Kamar AC, TV Cable...nggak kalah deh dengan hotel bintang 3 di kota besar. Bahkan ada Karaoke dan Mini Theater-nya pula. Room service-nya muraaaahhhhh, masih banyak yang dibawah Rp 30.000 per-porsi makanannya. Usai breakfast dengan kepuasan tersendiri kami check out.

Mampir Brebes untuk beli telor asin khas Brebes. Telor asin zaman sekarang variant-nya juga macem-macem. Bayangin dah...ada Telor Asin Rasa Udang! Konon itu telor dari bebek yang makanannya udang. Wuuuiiiihh...kalau tuh bebek makanannya gado-gado mungkin rasa telor asinnya juga rasa gado-gado dong? Kata Mbak Rita di televisi pernah ada info tentang telor asin rasa jeruk atau strawberry loh. Lucu juga ya, kalau mau telor asin rasa jeruk or strawberry bukannya lebih enak makan buah jeruk or strawberry-nya sekalian???

Mbak Rita beli Telor Asin Rasa Udang dan daku beli Telor Asin Bakar. Perjalanan berlanjut ke arah Kuningan. Kami tidak melewati jalur Utara karena mau nengok lokasi wisata pemandian air panas dan spa di Kuningan.

KUNINGAN – SUMEDANG

Siang hari kami tiba di Kuningan. Mbak Rita ingin melihat Grage Hotel Spa yang seringkali diliput oleh media. Namun belum sampai lokasi kami tertarik dengan satu area, yakni Resort Prima Sangkanhurip.Di resort ini terdapat Perkampungan Wisata Cilimus 1928 yang merupakan replika perkampungan Kuningan di tahun 1928. Yang sejarah Indonesia-nya jago pasti ngerti deh “apa dan bagaimana” Kuningan di tahun 1928. Perjanjian Linggar Jati masih ingat dooonnnggg...Pelajaran SD gitu looohh....

Kami menanyakan roomrate menginap di resort tersebut, dengan tekad liburan mendatang kami menginap di sini. Suasana khas Indonesia-nya asyik banget!

Barulah kami menyusuri jalan Sangkanhurip, yang diujungnya terdapat obyek wisata Sangkanhurip Alami. Pemandian air panas dengan harga terjangkau. Kami hanya melewati obyek wisata tersebut, berbelok ke kanan...dan barulah mampir ke Grage Sangkan Hotel Spa yang memproklamirkan diri sebagai ‘The Best Aquamedic Spa in Java’. Daku dan Mbak Rita sempat masuk ke area spa yang air-nya kehijauan dan hangat. Dia atas kolam renang biasa (Teratai Pool Side) telah berdiri panggung dan disekitar kolam renang juga sudah tersusun meja dan kursi untuk acara tahun baru nanti malam. Hotel tersebut mengadakan : ‘New Year 2008 Hawaiian Nite’ – dinner – live band – dance – hawaiian dance. Kenapa nggak menampilkan perayaan khas Indonesia aja siiiiiihhh??????

Perjalanan berlanjut. Di sepanjang jalan kami melihat penjual ember. Toko makanan menjual ember??? Untungnya Mbak Rita “cepat tanggap, ingat bahwa itu adalah salah satu oleh-oleh khas Kuningan yang pernah diceritakan temannya. Tape ketan dibungkus daun jambu yang kemudian dimasukkan kedalam ember! Karena Mas Tunggal juga senang dengan tape, kami-pun berhenti dan membeli ember, eh makanan khas tersebut. Aku bilangnya,”Beli tape gratis ember!” hahaha...

Mobil melaju ke Sumedang. Kotanya penyanyi Rossa, yang kebetulan saat kami sampai di Sumedang tape di mobil lagunya “Atas Nama Cinta”. Kami lunch di ‘Rumah Makan Joglo Sumedang’ yang baru dibuka 3 hari dan bangunannya keren banget, rumah Joglo ala Kraton. Kami makan di gazebo yang berada di pekarangan bangunan. Kami pesan makanan khas-nya Ayam Goreng Spesial Bumbu Kraton.Ckckck...koleksi mobil antik owner-nya okeh banget looowwhh ;-)

Suasana akan tahun baru mulai daku rasakan lagi ketika sudah banyak sms masuk ke hape-ku mengucapkan selamat tahun baru. Pak Aswin, direktur Finance di salah satu BUMN juga sudah mengirimkan sms ke aku. Duh, Pak...maafkan “anakmu” yang kurang ajar ini. Selalu kedahuluan jika ingin mengucapkan selamat ke bapak. Salut daku sama beliau, direktur BUMN ,kerjanya keliling dunia bahkan sampai naik Concorde saja pernah tapi low profile-nya ampun-ampunan.

Jam 7-an malam Mas Alief, leader-ku di Surabaya mengirim sms agar aku membuat keyakinan pada tengah malam nanti mengenai peringkat-ku di Konvensi Nasional tanggal 23 Agustus 2008 di Hailai Restaurant. Yup lebih dari 20 tahun aku melewati tengah malam dengan hingar bingar kemewahan tahun baru, merayakan di hotel mewah, pesta bahkan di Bali seringkali aku lakukan. Oleh karena itu malam ini aku mau mengadakan resolusi 2008 dalam kelelapan malam. Walaupun disekitar rumah Sekar udah jedar jedor kembang api! Bentaaar-lah lihat kembang api.