Tuesday 5 May 2020

Caturday Cat Cafe, Tempat Asyik Pecinta Kucing

Bangkok Thailand terdapat berbagai cafe yang menarik dan unik. Pastinya instagramable! Ah sayangnya pandemi covid-19 terjadi melanda dunia, sehingga kita tidak mengetahui secara pasti bagaimana wajah pariwisata dunia paska pandemi. Daripada memusingkan hal itu, lebih baik saya melakukan hal yang bisa dilakukan sekarang. Di rumah saja, minum di teras ditemani oleh kucing-kucing yang berkeliaran di halaman rumah . Tidak saya rawat secara khusus, tetapi mereka bersih, bagus dan menyenangkan. Secara berkala saya memberinya makan. Seru melihat mereka berebutan makanan, sampai saya yang teriak-teriak antara kegirangan dan mengingatkan.


Di masa pandemi ini saya juga menorehkan kenangan bersama kucing-kucing di Bangkok Thailand, yakni saat berkunjung ke Caturday Cat Cafe yang terletak di 89/700 Phayathai Rd, Thanon Petchaburi, Ratchathewi . Tepat di depan Asia Hotel Bangkok, tempat saya dan Erny makan malam di bulan Oktober 2019. Ketika kami makan malam di Asia Hotel Bangkok, ceritanya bisa dibaca di : All You Can Eat di 3 Hotel Thailand Dalam 1 Hari

Monday 20 April 2020

Palembang : Dari Al Qur'an Al-Akbar ke Pasar Durian Kuto

Palembang merupakan kota yang cukup akrab untuk saya, karena Almarhum Ayah pernah ditugaskan beberapa tahun di ibu kota Sumatera Selatan. Saat itu saya masih balita, tidak banyak yang saya ingat mengenai kota ini selain bayang-bayang Jembatan Ampera dan Sungai Musi.
Bersyukur di pertengahan bulan Februari 2020 saya mendapatkan kesempatan kembali ke kota berlangsungnya Asian Games 2018. Ya, tentunya kita masih ingat bahwa pesta olah raga terbesar di Asia itu terselenggara di 2 kota negeri tercinta, yakni : DKI Jakarta dan Palembang.
Saya tiba di Bandara Sultan Sultan Mahmud Badaruddin II pada pukul 13.00. Ada seseorang yang berbaik hati akan menemani hari-hari saya di Palembang. Maulana, yang entah berapa ratus purnama kami tidak bercengkerama hari ini menjemput di bandara dengan mobil dinasnya.


Al-Qur’an Al-Akbar Palembang
“Kita langsung ke Al-Qur’an Al Akbar terlebih dahulu ya, An,” Kata Maulana dibalik kemudi. Saya setuju.
Maulana baru sebulan bertugas di Palembang, ia belum mengenal jalan kota ini. Kami berjalan dengan mengikuti arahan Google Maps. Tak sampai 1 jam kami sudah tiba di parkiran Pondok Pesantren Al Ihsaniyah Gandus Palembang. Disinilah terdapat Al-Qur’an terbesar dan pertama di dunia. Terbuat dari kayu jenis tembesu. Terdapat 30 jus ayat suci Al-Quran yang terpahat khas Palembang di lembaran kayu. Masing-masing lembaran tersebut berukuran 177 x140 x 2,5 sentimeter dan tebalnya mencapai 9 meter.
Al-Qur’an diresmikan pada hari Senin, 30 Januari 2011 oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono bersama delegasi konferensi parlemen Organisasi Konferensi Islam (OKI).
Memasuki bagian Al-Qur’an raksasa ini kami diharuskan membuka alas kaki dan mengisi buku tamu yang telah disediakan. Kemudian seorang pria menyambut dan menjelaskan mengenai area wisata religi ini. Setelah kami berbincang-bincang dengan pria yang merupakan salah satu pengurus dari Al-Qur’an Al Akbar, kami pamitan untuk berkeliling dan berfoto di area sana.
Menjelang petang kami berdua baru sempat makan siang di Rumah Makan Pagi Sore yang terletak di Jln Jend. Sudirman No 3008, 20 Ilir Palembang. Seusai makan siang (yang kesorean) saya check in di Fave Hotel Palembang. Beberes dan istirahat sejenak, kemudian kami ke daerah Banyuasin. Maulana harus kembali ke kantor, dan saya menunggu di rumah dinasnya.

Tuesday 14 January 2020

Shiroi Koibito Park, Surga Coklat di Sapporo

Dua keponakan saya berkeinginan untuk berkunjung ke Shiroi Koibito Park di kota Sapporo Hokkaido. Menurut mereka ini adalah pusat industri atau pabrik coklat terkenal di Hokkaido. Katanya lagi coklat ini wajib dibeli jika traveler berkunjung ke Hokkaido. Baiklah, setelah kami berkunjung dan berjalan-jalan di Hokkaido University , JR Tower dan Sapporo Tower, maka kami naik subway menuju Shiroi Koibito Park. Tidak seperti saat di pulau Honshu, maka disini kami membeli tiket subway untuk seharian. Kami turun di Stasiun Miyanosawa (Jalur Tozai) dan melanjutkan berjalan kaki ke Shiroi Koibito Park.


Perjalanan sekitar 10 menit kami tempuh dengan menahan gigil. Asli dingin! Tadi di Sapporo Tower suhu menunjukkan minus 6 derajat celcius. Saya berlari-lari kecil agar dingin ini dapat sedikit terhalau. Sekedar mengelabui tubuh bahwa suhu di luar tidak membuat tubuh menjadi beku...hehehe...
Dari beberapa meter, saya melihat bagian bangunan Shiroi Koibito Park. Saya merasakan kemiripan suasana dan bangunan-bangunan yang ada di sana seperti saat saya berada di Eropa dan New Zealand. Jika tidak memperhatikan orang-orang disekitar, barangkali saya mengira bahwa saya berada di Eropa atau New Zealand.
Lampu bertebaran di Shiroi Koibito Park belum dinyalakan, tetapi dapat diduga bahwa jika lampu-lampu ini menyala pasti sangat indah. Terlihat di depan menara jam Automaton Sapporo atau Gran Meister yang merupakan landmark taman ini.  Masih berthema Christmas Winter, dan saat kami berkunjung ke sana memang saat itu tanggal 31 Desember 2019. Berarti hari terakhir di tahun 2019 dan nanti malam adalah malam tahun baru yang di beberapa negara dirayakan secara gemebyar dengan kembang api dan aneka mapping laser. Perayaan keramaian itu tidak ada di Sapporo, kota terbesar dan teramai di Hokkaido. Sapporo yang juga merupakan ibukota Hokkaido sunyi di malam tahun baru. Hujan salju yang meramaikan kota tersebut.


Tidak seperti di luar pagar, Shiroi Koibito Park telah ramai oleh turis berbagai negara. Ternyata traveler yang datang kebanyakan adalah grup traveler dari Indonesia. Akhirnya kami bertemu dengan banyak traveler dari Indonesia, setelah selama di Tokyo kami relatif jarang berjumpa dengan traveler Indonesia. Herannya ketemu dengan traveler Indonesia banyak di tempat belanja...hahaha...Sejak dahulu traveler bangsa kita memang terkenal senang berbelanja hingga di beberapa kota dunia, pedagang di pusat perbelanjaan dapat berbahasa Indonesia khusus untuk berkomunikasi transaksi belanja!

 
Saat saya sedang berfoto, difoto’in kakak yang cowok (sementara yang lainnya sedang berada di tokonya – belanja coklat), kami antri dengan turis-turis asal Indonesia yang meminta kami memotretkannya. Dari logat bertuturnya mereka sih bukan asal Jakarta. Demikian pula saat saya duduk di kursi yang berderet di depan toko, tiba-tiba beberapa lansia menghampiri saya dan meminta sedikit space untuk salah satu diantara mereka duduk. Melihat tampilan mereka yang sudah seusia oma opa saya langsung memberikan mereka duduk. Mereka agak terkejut ketika mengetahui saya berasal dari Indonesia. Setelah sedikit perbincangan akhirnya diketahuilah bahwa mereka rombongan tour keluarga dari Surabaya yang berwisata ke Hong Kong kemudian  langsung terbang Sapporo Hokkaido  tanpa melakukan perjalanan ke Tokyo atau daerah di pulau Honshu. Keluarga crazy rich Suroboyo  kelihatannya...hahaha