Setelah saya posting tentang
penerbangan dan hotel berbintang di Karimunjawa , kali ini saya menuliskan
tentang kenikmatan berkunjung ke berbagai tempat di Kepulauan Karimunjawa.
Karimunjawa sebenarnya memiliki 27 gugusan pulau kecil. Jarak antara 1 pulau
dengan pulau lainnya beragam. Ada yang memerlukan waktu tempuh hampir 2 jam dengan
menggunakan boat bermesin.
Pulau Geleyang ⛱
Setelah sarapan pagi di resto
hotel ,keponakan saya menuju ke front office hotel untuk mendapatkan informasi
penyewaan perahu yang akan kami booking secara privat. Dengan biaya Rp 700.000
kami menyewa boat (perahu bermesin) seharian yang hanya ditumpangi oleh kami
berlima (plus juru kemudi kapal tentunya).
Juru kemudi kapal adalah pria
paruh baya yang awalnya mengaku berasal dari Bugis namun setelah ngobrol agak
panjang dengan saya ternyata berasal dari Bau Bau Sulawesi Tenggara menikah
dengan wanita asli Karimunjawa dan kini telah dikaruniai 3 anak yang telah
lulus SMK di Karimunjawa.
Dari hotel kami dijemput oleh
mobil sewaan menuju pelabuhan. Mampir sejenak di satu toko klontong sekaligus
menyewa safety jacket dengan tarif Rp 25rb/jacket.
Tujuan pertama kami adalah Pulau
Geleyang. Jarak tempuh antara pulau besar Karimun Jawa dan Geleyang sekitar 40
menit.
Karena air laut sedang relatif
surut, maka kapal kami tidak dapat menepi tepat di bibir pantai. Kalau nekad
bisa kepentok karang euy! Oleh karenanya kami turun ke daratan harus menempuh
jalan kaki dengan ketinggian air setinggi paha. Hhhmmm...sekarang Jakarta sudah
aman dari banjir deh, jadi selama 3 tahun saya sudah tidak terpaksa harus
berjalan di air setinggi itu...hahaha... Tetapi kali ini saya sedang kedatangan
tamu bulanan. Ketika saya coba menapak keluar kapal, ternyata air hampir menyentuh
pinggul saya. Saya-pun membatalkan menapakkan kaki ke Pulang Geleyang. Khawatir
darah membasahi sekujur pakaian yang saya kenakan. Lain halnya jika saya memang
mempersiapkan diri untuk berenang atau olah raga ya.
Akhirnya saya menanti keluarga
kakak di kapal berduaan dengan Bapak pengemudi perahu. Ngobrol hampir 1 jam! Ya
secara gitu daku gak bawa buku bacaan dan sinyal internet jg lenyap sekejap
disekitar pulau tersebut. Tetapi hikmahnya, saya banyak mendapatkan cerita
tentang penduduk Karimunjawa darinya. Alhamdulillah, Bapak ini selain
mengemudikan perahu juga bekerja sebagai Nelayan. Tak ada keluhan tercetus dari
ucapannya walau ia ceritakan suasana akhir-akhir ini sering ekstrim sehingga
nelayan tidak mendapatkan banyak hasil di laut. Hanya sayangnya....si bapak
kenapa merokok sih? Ayo yang sehat dong, Pak. Lebih baik anggaran rokoknya buat
hal-hal yang lebih sehat :)
Pulau Menjangan Kecil ⛱
Nama pulau ini sudah familiar
buat saya. Kabar tentang berenang bersama gerombolan hiu sudah sering saya dengar
dan baca. Akhirnya sampai juga kami di pulau ini. Kapal kami bersandar di
dermaga Pulau Menjangan Kecil. Di pintu dermaga sudah tampak pinggiran laut
yang dibendung untuk beberapa kolam hiu dan bintang laut. Masing-masing
pengunjung dikenakan tiket masing sebesar Rp 25.000/orang.
Kakak dan keponakan saya langsung
turun ke kolam hiu. Sedangkan saya tidak diizinkan masuk ke kolam hiu tersebut,
walaupun hanya berpose nyemplungin kaki. Yaaa itu dikarenakan saya sedang
mendapat tamu bulanan! Hiu sangat sensitif dengan bau darah, sekalipun sudah
dinyatakan jinak.
Kakak saya berfoto di dalam kolam
hiu yang kemudian dikomentari oleh anaknya yang memotret,"Ekspresinya kok
depresi gini sih?" Hahahaha...Niat hati pamer keberanian berfoto bersama
gerombolan hiu, namun yang didapat justru ekspresi depresi. Mereka berfoto
keluarga...eh salah satu cewek penjaga sempat nyeletuk,"Pawangnya masih
shalat Jumat." Haaaa??? Jadi keluarga inti kakak saya nyebur dan berfoto
bersama hiu tanpa dikawal dengan pawang hiu-nya? Waduh...Alhamdulillah pada
selamat semua.
Saya yang belum bisa bergaya
bersama para hiu akhirnya diberi kesempatan untuk berfoto bersama bintang laut
di dalam kolam habitatnya. Tetapi lagi-lagi airnya nyaris setinggi pinggul
saya, dan saya-pun tidak jadi menceburkan diri bersama bintang laut tersebut.
⛱
Makan Siang di Tanjung Gelam
Saat tiba di Kepulauan
Karimunjawa kemarin, kami sudah ke Tanjung Gelam. Tetapi karena hujan, jadi
hanya kakak dan sopir yang turun dari mobil. Kami menunggu di parkiran mobil
sambil tidur. Maklum, perjalanan Jakarta – Semarang kami kurang tidur. Di hari
kedua, dari Pulau Menjangan Kecil kami mampir di Tanjung Gelam melalui lautan.
Perahu terparkir dan kami makan di salah satu warung yang berderet disana. Saya
memesan Es Kelapa Muda tanpa gula dan langsung dari batok-nya alias kelapa
masih butiran. Makanan hanya Mie Instan yang saya makan, karena masih hangat.
Uhuk bukannya sok bersih, tetapi sungguh saya kurang bisa makan di warung yang
makanannya tidak fresh. Itu-pun saya ogah lihat ke bagian tempat masaknya.
Daripada kelaparan...hahaha....
Saya tidak sempat berfoto-foto
ria di Tanjung Gelam. Gak apa-lah...kapan-kapan aja, siapa tahu masih berjodoh
untuk kembali ke tanjung yang air lautnya cantik ini.
Makan Seafood di Alun – Alun Karimunjawa
Malam akhir pekan, barulah
Karimunjawa besar sangat ramai. Pedagang seafood berjajar di sekeliling
alun-alun yang malam sebelumnya sepi sekali, dan kami hanya membeli nasi dan
mie goreng di warung pojokan. Dari D’Season Hotel, tempat kami bermalam kami
berjalan kaki menuju alun-alun. Mencari pedagang hasil laut yang masih segar
dagangannya. Setelah memilih, memesan dan kami menunggu lamaaaa....hampir 2 jam
kami menunggu di meja di tengah lapangan. Hasil masakannya sih lumayan lezat,
cocoklah karena kami memang memesan udang/cumi/ikan yang masih terlihat segar.
Tetapi untuk layanannya...duh! Sepertinya pihak yang berwenang di Karimunjawa
bisa memberi edukasi lebih untuk kepraktisan dan penataan usaha mereka deh.
Pedagang seafood satu dengan yang lainnya relatif “kasar” (walaupun masih
termasuk halus sih bagi orang non-Jawa...hahaha) , sehingga mereka tidak segan “mengusir”
pengunjung yang bukan dari tempatnya namun duduk di dekat meja mereka. Ajarin
dong bahwa bisnis sekarang itu lebih menguntungkan berkolaborasi dari pada
berkompetisi!
Bukit Cinta Karimunjawa
Menjelang kembalinya kami ke
Semarang, kami mampir ke Bukit Cinta. Kami menggunakan mobil sewa yang sama
saat kami dijemput dari bandara. Driver-nya kooperatif dan bisa menjadi guide
yang baik soalnya. Sebelum ke Dewadaru Airport, ia mengantar kami kembali ke
Bukit Cinta yang ketika kami sampai sebenarnya juga sudah dilewati. Namun
lagi-lagi karena hujan dan kami mengantuk, ketika pertama datang kami tidak
turun di Bukit Cinta ini. Maka kali ini kami turun dan naik ke atas Bukit Cinta
dengan HTM Rp 10.000/orang dan bisa mendapatkan diskon di kedai souvenir
senilai yang sama. Sayangnya karena kami terburu-buru mengejar waktu
penerbangan maka kami tidak sempat berbelanja di Bukit Cinta. Nexttime ya,
Bapak Ibu pedagang....Kali ini kami hanya sempat berfoto-foto. Padahal makan di
cafe yang terdapat di sana sepertinya asyik juga loh...
No comments:
Post a Comment