Tuesday 20 October 2015

Menyusuri 4 Propinsi di Pulau Jawa Dengan Kereta “dalam rangka” Hari Kereta Api Nasional

Hari Kereta Api Nasional diperingati setiap tanggal 28 September, dan di tahun 2015 ini Kereta Api Indonesia memperingati hari ulang tahunnya ke-70 . Kebetulan kerabat saya menikah dan merayakannya di Kebumen Jawa Tengah. Horaaay, longtime saya tidak menggunakan moda transportasi kereta api non-commuter line! Terakhir kali saya menggunakan moda trasportasi kereta api Argo Parahyangan bulan May 2014 saat berangkat menghadiri pernikahan Echa di Bumi Sangkuriang Bandung. Pulangnya sih naik shuttle travel.
Berkaitan dengan hari ulang tahun PT KAI ke-70 saya menaiki kereta api  pada tanggal 26 September 2015 (Stasiun Senen – Stasiun Kutoarjo) dan tanggal 1 Oktober 2015 (Stasiun Tawang – Stasiun Jatinegara) dan 4 Oktober 2015 (Stasiun Manggarai – Pondok Ranji PP). Berarti dalam masa seminggu sebelum dan sesudah tanggal 28 September. Menyusuri 4 Propinsi (DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah plus Banten), bahkan di tanggal 28-29 September saya menginap di DI Jogjakarta dengan menggunakan mobil pribadi milik kakak, Toyota Altis dengan rute Kebumen Jateng – DI Jogjakarta serta dilanjutkan keesokan harinya rute DI Jogjakarta – Semarang saya tempuh dengan menggunakan shuttle travel Joglo Semar. Jadi dalam kurun waktu 10 hari saya menyusuri 5 propinsi di Pulau Jawa.

Dalam seumur hidup saya naik kereta api ekonomi dapat dihitung dengan jari! Lebih sering saya terbang Jakarta – Singapore – Jakarta dibandingkan menggunakan moda trasportasi kereta api ekonomi jarak jauh. Wait saya akan mengingat kembali berapa kali-nya. Seingat saya dalam masa kuliah saya tidak pernah naik kereta api ekonomi jarak jauh. Yang saya ingat :

  • Bersama teman untuk liburan rute Jakarta – Semarang. Balik ke Jakarta-nya naik travel yang full AC gara-gara saya tidak tahan berkereta non-AC dengan menembus propinsi.
  • Kemudian Kebumen – Jakarta sendirian saat SMA karena saya harus secepatnya masuk sekolah. Ini juga pertamanya saya berkendaraan jarak jauh seorang diri. Itu-pun saudara saya langsung membelikan 3 seat agar saya bisa tiduran dan tempat tidak diisi oleh penumpang lain. Dahulu bisa membeli tiket tanpa tempat duduk.
  • Rute Jakarta – Purwokerto bersama kakak saya yang ketika itu kuliah di Universitas Jendral Soedirman. Saya masih duduk di kelas 1 SMP dan menggantikan kakak saya mengajar menari penduduk desa Karangpucung, tempat kakak saya KKN. Kembali ke Jakarta saya berdua naik kereta dengan pacar kakak saya...ketika itu mereka LDR. Pacar kakak saya sih sok baek njemput saya di Purwokerto, padahal ada maksud ketemuan kakak saya tuh...hahaha...Kini mereka baru memiliki cucu pertama.
  • Terakhir yang saya ingat, ketika saya masih SD. Rute Surabaya – Kebumen (Atau Kutoarjo yach?). Saya berdua kakak yang sedang kuliah di Universitas Airlangga.

Wohooo, hanya sebatas itu pengalaman saya menggunakan jasa transportasi ekonomi jarak jauh non-AC. Bagaimana dengan pengalaman kali ini, dimana kereta ekonomi jarak jauh semua telah full AC??? Begini pengalaman saya :

Stasiun Senen Jakarta Pusat  >>> Kutoarjo Purworejo (Sabtu, 26 September 2015)

Kereta berhenti sejenak di Purwokerto Jawa Tengah. Sempat memesan Nasi Goreng seharga @ Rp 20.000,-
Kereta KUTOJAYA UTARA akan berangkat dari Stasiun Pasar Senen pukul 05.30 pagi. Beruntungnya saya karena saya tinggal hanya sekitar 5 km dari stasiun ini. Sedangkan kakak dan kerabat tinggal hanya sekitar 1 km dari stasiun Senen. Usai shalat Shubuh saya memesan ojeg melalui aplikasi GrabTaxi. Alhamdulillah di pagi hening itu dengan lancar ada driver yang merespon dari kawasan Kelapa Gading. Tepat waktu saya tiba di stasiun Pasar Senen, dan langsung menuju gerbong 6. Seat yang saya dapatkan 19E. Sesuai dengan apa yang saya harapkan, pas di dekat jendela.
Saya, kakak nomer 5 dan anaknya, Ika – kerabat saya dan balita-nya menduduki 4 seat yang saling berhadapan. Perjalanan pagi hari terasa cepat. Kami transit di Cirebon, Purwokerto dan beberapa stasiun kecil lainnya. Pemandangan sawah di Jawa Barat tampak kering dan meranggas kurang air. Begitu memasuki wilayah Jawa Tengah mulai terlihat sawah-sawah menghijau. Oh Indonesia-ku, dahulu kulihat ijo royo-royo dari balik jendela di setiap perjalanan keluar kota di pulau Jawa - Bali. Dimanakah sekarang pemandangan subur makmur itu?

Kondisi kereta : Cukup bersih. Penumpang juga terlihat cukup tertib, tidak ada yang berisik walaupun beberapa anak kecil terlihat. Yang pasti tidak ada yang merokok. AC-nya juga terasa dingin dari tempat duduk kami, menggunakan AC split namun karena kami duduk tepat dibawahnya sehingga dinginnya pas dan tidak membuat kepanasan. Namun saya belum “berani” menengok toilet-nya. Menurut Ibu Ika yang buang air kecil sih toilet pesing dan air-pun hanya mengalir sedikit kemudian habis ketika Ika ingin mencuci tangannya. Oh ya, ini kereta bersubsidi dengan harga tiket Rp 80,000 ,- Jakarta – Purworejo tentunya lebih mahal ongkos taksi Senen – Bintaro...hehehe...

Di stasiun Kutoarjo banyak resto terlihat relatif bersih dengan menu dipajang nampak mengundang dan harganya itu loh...muraaah meriah! Semua menu harganya di bawah Rp 20.000,- dengan tempat yang menurut saya lumayan bersih.

Sesampainya di Kutoarjo Jawa Tengah, kami dijemput oleh kerabat dengan mobilnya, Suzuki Panther. Perjalanan Stasiun Kutoarjo - Mirit Kebumen sempat membuat saya agak meringis. Jalannya ngebut euy! Hadeuuuh, nih keponakan sepupu sepertinya mending jadi pembalap aja deh...hahaha

Stasiun Tawang Semarang - Stasiun Jatinegara Jakarta Timur (Kamis, 1 Oktober 2015)

Cabin Argo Sindoro yang kami naiki relatif lebih nyaman dibandingkan penerbangan LCC

Kereta ARGO SINDORO keberangkatan dari Stasiun Tawang Semarang pukul 06.00 pagi. Ontime keren! Pukul 05.58 pluit panjang berbunyi dilanjutkan suara bel khas kereta yang akan jalan. Tepat waktu menunjukkan 06.00 roda kereta beranjak dari rel stasiun kereta bersejarah di Indonesia ini. Satu jam kemudian kereta tiba di Pekalongan. Kereta berhenti di Stasiun Pekalongan, Tegal dan Cirebon. Stasiun di Cirebon berbeda dengan stasiun Cirebon yang saya berhenti ketika berangkat dengan Kutojaya.
Dengan harga tiket @ Rp 310.000 ,- saya merasa lebih nyaman dan cepat dibandingkan jika kami (Saya dan kakak sulung) menggunakan transportasi udara LCC yang landing di Soekarno Hatta Airport.
Kami tiba di Stasiun Jatinegara sebelum waktu menunjukkan pukul 12 siang. Tujuan akhir kereta Argo Sindoro adalah Stasiun Gambir Jakarta Pusat, namun karena tempat tinggal kakak saya lebih dekat dengan Stasiun Jatinegara maka kami turun dan dijemput oleh suami kakak sulung saya. Sampai gak inget, waktu itu dijemputnya pakai mobil apa ya??? Yang pasti salah satu mobil dari 5-6 yang ada di rumah kakak saya :D
Sekedar kritik untuk stasiun Jatinegara nih...untuk pintu keluar kereta eksekutif tolong dipisahkan dengan Commuter Line dong, dan pintu keluarnya juga yang mempermudah penjemput. Mosoq begitu keluar dari kereta langsung trotoar pejalan kaki. Repot banget menuju parkiran!! Atau saya yang belum ngerti pintu keluar khusus penumpang eksekutif atau pintu keluar menuju parkiran yach?!

No comments:

Post a Comment